Kamis, 12 November 2009

Ada Skenario di balik Penahanan Pimpinan KPK dan Polemik Divestasi Saham Newmont

KPK v Polri
Media umum nasional masih mengangkat topik sentral kemarin (11/11), yakni kesaksian Wiliardi Wizard terkait kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen yang menghadirkan Antasari Azhar, mantan Ketua KPK, sebagai tersangka. Kesaksian mantan Kapolresta Jakarta Selatan itu tak pelak membuka babak baru perseteruan KPK – Polri. Yang pasti, posisi Polri semakin tersudut dengan bertambahnya dugaan kuat rekayasa untuk melemahkan KPK. Dua tanggapan utama yang menjadi sorotan media terkait kesaksian Wiliardi berasal dari Kapolri dan Adnan Buyung Nasution, Ketua Tim 8. Kapolri mengakui bahwa Polri sedang berada dalam tekanan besar masyarakat. Namun, proses hukum tetap dilanjutkan dan akan menjadi medan pembuktian pihak mana yang benar.

Di sisi lain, Adnan Buyung menyatakan keprihatiannya atas semakin kusutnya upaya penegakan hukum di negara ini. Karena kebobrokan itu ditengarai berawal dari lembaga-lembaga penegak hukum sendiri, Buyung mendesak Presiden untuk segera menunjukkan itikad baik dengan mereformasi lembaga-lembaga yang berada di bawahnya. Akankah Presiden bereaksi terhadap teriakan anggota dewan penasihatnya yang mendapat porsi terbesar headline media hari ini? Media pasti menantikan hal itu. Yang pasti, dengan adanya pengakuan Wiliardi, kisruh ini masih akan berlangsung lama dan belum ada kejelasan di mana ujungnya.


Ada Kepentingan Siapa di balik saham Newmont Nusa Tenggara?
Sementara itu, harian khusus ekonomi lebih menyoroti kasus pengunduran diri PT Aneka Tambang dari posisi sebagai pembeli saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara. Alasan yang dikemukakan manajemen adalah karena jatah saham yang dapat dibeli Antam terlalu sedikit sehingga tidak memiliki nilai komersial. Antam, yang notabene wakil pemerintah pusat, memperoleh pembagian jatah yang sama dengan PT Multicapital (anak perusahaan Grup Bakrie) sebenarnya hanyalah mitra yang digandeng pemerintah daerah di NTB.

Hal ini sebenarnya merupakan kisruh lanjutan pra-penunjukan yang melibatkan dua kepentingan bisnis (BUMN dan swasta) dan dua kepentingan pemerintah (pusat dan daerah). Kisruh tersebut bahkan menimbulkan isu adanya polemik di antara dua menteri terkait saham NNT itu, yakni Menteri Keuangan dan Menteri ESDM. Adanya polemik tersebut ditengarai menjadi penyebab berlarut-larutnya penetapan calon pembeli hingga pergantian menteri. Potensi berlanjutnya polemik ini masih kuat mengingat Meneg BUMN Mustafa Abubakar telah mengeluarkan pernyataan yang berbeda dengan pernyataan petinggi Antam. Mengingat statusnya sebagai BUMN, Antam berada dalam posisi yang lebih lemah. Akankah, media mengungkap adanya skenario untuk kepentingan bisnis tertentu di balik kasus ini?

Senin, 02 November 2009

Kata Mereka tentang Penahanan Pimpinan nonaktif KPK dan Polemik KPK-Polri:

Inilah pendapat sejumlah tokoh yang dilansir media terkait penahanan dua pimpinan nonaktif KPK dan kisruh yang melibatkan KPK-Polri-Kejagung

Hadi Utomo, Ketua Umum Partai Demokrat: Presiden Yudhoyono tidak akan pernah ikut campur tangan berkaitan dengan masalah substansi hukum. Namun, kalau ada masalah antarlembaga, Presiden ikut membantu penyelesaiannya. Bahkan, Presiden mengatakan, KPK harus tetap dipertahankan.

Djoko Suyanto, Menko Polhukam: Presiden ingin berdiskusi langsung dengan para tokoh yang selama ini dianggap banyak menyampaikan pendapat seputar kasus Bibit dan Chandra. (Soal TPF) Belum ada rekomendasi nama anggota. Tapi sudah ada bayangan kalangan mana saja yang akan jadi anggota.

Irjen Dikdik Mulyana Arif Mansyur, Wakabareskrim Polri: Keduanya mempersulit penyelidikan. Persyaratan obyektif dan subyektif terpenuhi. Persyaratan obyektifnya, Chandra dan Bibit diancam hukuman di atas lima tahun. Adapun persyaratan subyektifnya, Bibit dan Chandra dikhawatirkan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, dan mengulangi perbuatannya. Tersangka bisa setiap saat jumpa pers. Ini indikasi tersangka mempengaruhi publik sehingga mempersulit pembuktian.

Danang Widoyoko, Wakil Koordinator ICW: Polisi kalap. Mereka memang punya kekuasaan menahan, tapi tidak boleh asal menahan. Saya meyakini 99 persen rekaman itu benar adanya. Seharusnya, kebenaran rekaman itu dijelaskan dulu kepada masyarakat agar mereka memperoleh informasi lengkap. Ini belum ada pembuktiannya, mereka sudah ditangkap.

Teten Masduki, Sekjen TI: Polisi mulai panik lantaran transkrip, mereka goyah. Polisi merasa diragukan kualitasnya oleh masyarakat. Polisi ingin menunjukkan bahwa bukti mereka kuat, hingga Bibit dan Chandra layak ditahan.

Bambang Soesatyo, anggota Komisi Hukum DPR: Polisi harus bisa membuktikan alasan penahanan itu. Kalau tidak, ini bisa menjadi bumerang bagi institusi polisi. Polisi harus bisa menjelaskan soal kasus Bibit dan Chandra secara gamblang.

Chaidir Ramli, Karo Hukum KPK: Kalau tidak ditandatangani ya sah-sah saja, cuma, itu sebagai bentuk bahwa kita komplain.

Erry Riyana Hardjapamekas, mantan Wakil Ketua KPK: Jika mereka ditahan karena sangkaan penyalahgunaan wewenang, misalnya karena mencabut cekal, maka itu adalah salah satu kewenangan KPK. Apa yang mereka lakukan, pernah juga kami melakukannya di masa yang lalu. Jadi, saya datang ke Mabes Polri minta ditahan. Kalau kami nanti tidak ditahan, kami merasa tak adil.

Yunus Husein, Ketua PPATK: Tak menemukan aliran dana dari Ary Muladi kepada Bibit dan Chandra.

Djoko Suyanto, Menko Polhukam: Pihak KPK juga harus mengikuti proses hukum ini. Kalau Polri mengatakan itu sudah sesuai prosedur, ya lakukan dengan baik.

Tumpak Hatorangan Panggabean, Plt Ketua KPK: Dua rekan kami pimpinan KPK yang nonaktif itu telah melakukan penahanan paksa oleh penyidik. Maka, pimpinan KPK merasa ini suatu keprihatinan dan akan memberikan bantuan hukum secukupnya.

Achmad Rivai, Anggota Tim Kuasa Hukum Bibit-Chandra: Pasti ada muatan politis. Itu (sering jumpa pers) alasan yang tidak masuk akal. Saat ini klien kami nonaktif, jadi sangat tidak mungkin bila dikatakan mengulangi perbuatannya. Mereka tak mungkin membuat kebijakan baru. Kenapa kronologi yang dibuat pihak Anggodo maalah dijadikan dasar hukum? Padahal Ari Muladi telah mencabut pernyataannya. Ini aneh. Ini merupakan penegakan hukum terburuk di Indonesia.

Adnan Buyung Nasution, Anggota Watimpres: Saya pikir Jaksa Agung, KPK, dan Polri harus duduk bersama mencari solusi masalah ini.

Imam Prasodjo, Penggiat Demokrasi: Banyaknya tokoh yang simpatik menandakan bahwa publik percaya kepada Bibit dan Chandra. Insya Allah orang seperti Pak Bibit dan Chandra itu, selama ini lihat track record-nya, lalu tertib melapor, ya bisa dipercaya.

Akil Mochtar, Hakim MK: Ini negara demokrasi, bukan sosialis. Kalau karena jumpa pers saja ditahan, ini negara fasis. Setiap warga negara mempunyai hak dan kedudukan yang sama di mata hukum. Sehingga posisi penyidik dan tersangka seharusnya diposisikan secara seimbang. Alasan penahanan Chandra-Bibit berlebihan. Sebab, setiap orang berhak mengeluarkan pendapat.

Khaidir Ramli, Kepala Biro Hukum KPK: Ya, kecewa. Langkah pertama yang disiapkan KPK saat ini adalah secepatnya mengajukan permohonan penangguhan penahanan.

Maswadi Rauf, Pakar Politik UI: Presiden hanya menjelaskan kekecewaannya bahwa namanya disebut-sebut. Belum ada solusi berarti kecuali pengusutan itu. Dengan pernyataan tersebut, penahanan yang dianggap solusi malah makin ditentang. Sementara ahli hukum, LSM dan tokoh masyarakat punya pendapat yang sama kecuali polisi. Jadi pertentangan ini harus dijawab Presiden. Penjelasan Presiden seharusnya bisa memberi keyakinan bahwa polisi benar dalam bertindak.

Saldi Isra, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas: Apa yang disampaikan Presiden dan Kapolri hanya merangkum semua yang sudah ada. Bisa dibilang curhat. Hanya sekarang melalui Kapolri dan Presiden. Dia (Kapolri) bilang akan melakukan tindak lanjut pembocoran rekaman, itu ancaman. Dan bisa jadi pintu masuk mempersoalkan hukum pimpinan lainnya.

Bambang Harimurti, Wartawan Tempo: Jika pesan “Bersama Kita Bisa” ternyata manjur meyakinkan puluhan juta pemilih, seharusnya tidak sulit bagi SBY untuk mengajak KPK dan polisi bekerja sama memberantas korupsi di negeri ini. Maka soalnya bukan lagi mampu atau tidak melainkan mau atau tidak.

Dino Patti Djalal, Jubir Kepresidenan: Tindakan itu (pencatutan nama presiden) adalah ilegal dan presiden mengatakan belum mendengar, Presiden ingin ini diusut dan ditindaklanjuti secara tuntas. Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas dan ditindalanjuti secara hukum. Pencatutan nama itu serius.

AH Ritonga, Wakil Jaksa Agung: Kalau memang tidak terbukti, jangan kawan (Chandra dan Bibit) dizalimi. Jangan lama-lama digantung dan jangan dipaksakan. Terbukti atau tidaknya merupakan tugas penyidik. Kejaksaan hanya menerima dari hasil penyidikan Mabes Polri. Saya adalah korban (soal transkrip). Sebagai korban tentu perasaan saya akan terpancing dan tentunya kurang obyektif.

Irjen Nanan Soekarna, Kadiv Humas Polri: Sebaiknya siapa yang mengedarkannya diperiksa, karena (rekaman) iu bagian dari penyidikan KPK.

Teten Masduki, Sekjen Transparency International: Polri seharusnya mengeluarkan SP3 terhadap Chandra dan Bibit. Pasalnya, dari sisi substansi dakwaan sangat lemah. Beredarnya transkrip kian memperjelas kriminalisasi.

Bonaran Situmeang, Pengacara Anggoro Widjojo: Kami tak pernah mencatut nama SBY. Presiden seharusnya mencermati dengan saksama, betul atau tidak transkrip dari rekaman pembicaraan.

Denny Indrayana, Staf Khusus Presiden Bidang Hukum: Kalau bicara pencatutan, aparat hukum (adalah) aparat yang berwenang. Sudah jelas itu. Masing-masing perlu mengambil langkah-langkah untuk mengklarifikasi, kemudian memperjelas mana yang fakta, mana yang bohong.

Brigjen Sulistyo Ishak, Wakadiv Humas Polri: Karena belum ada kepastian tentang kebenaran isi transkrip, polisi tidak bisa bertindak. Kalau memang ada pelanggaran hukum, baru kami proses.

Zainal Arifin Mochtar, Direktur Pukat UGM: Akan terlihat bahwa sebenarnya KPK menyadap dalam kaitannya dengan penyelidikan dugaan terjadinya kasus korupsi. Penyadapan itu menjadi halal.

Teras Narang, Gubernur Kalteng: DPR, khususnya komisi III, sebagai pembuat undang-undang dan pengawas pelaksanaan undang-undang hendaknya segera mengundang dan mempertemukan KPK, kepolisian, dan kejaksaan.

Erry Rijana Hardjapamekas, mantan wakil ketua KPK: Pada batasan tertentu, Presiden bisa berperan untuk menengahi persoalan yang terjadi antarlembaga negara.

Edy Suandi Hamid, Ketua Forum Rektor Indonesia: Tak cukup hanya dengan pernyataan normatif. Saatnya Presiden bersikap jelas, apakah mau berpihak kepada pemberantasan korupsi atau sebaliknya.

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Ilmu Hukum UI: Hal ini dilakukan untuk menepis dugaan penahanan dilakukan dengan rekayasa. Kita berempat tidak menganggap Pak Bibit dan Chandra tidak bersalah, karena ini proses hukum. Yang kita harapkan proses berlangsung transparan untuk menepis kecurigaan sehingga tidak memunculkan gangguan sosial politik. Dari sini kita bisa melihat fakta, apakah bukti yang dimiliki polisi dan pasal yang disangkakan itu benar atau tidak. Jika Presiden ikut andil dalam proses penyelesaian kasus ini, bukan sebuah pelanggaran karena mencampuri urusan penyidikan Polri. Sebab, berdasarkan Pasal 8 ayat 1 UU No 2/2002 tentang Polri, kedudukan Polri berada di bawah Presiden. Kalau dukungan masyarakat tidak diredam,akan jadi kekuatan masyarakat. People power melawan kekuasaan akan menang karena masyarakat sudah muak dengan korupsi.

Din Syamsuddin, Ketua Umum PP Muhammadiyah: Kalau tentang ikut serta menjaminkan itu saya siap. Karena selama ini proses penahanan menunjukkan ada masalah.

Mahfud MD, Ketua MK: Anggoro kan menyerahkan duit melalui Anggodo dan diteruskan ke Ari Muladi, ini kan bisa diduga sebagai upaya percobaan penyuapan. Kenapa tidak dijadikan tersangka? Kanapa orang yang dikatakan tidak menerima uang itu, kok ditahan. Ini aneh.

Denny Indrayana, Staf Khusus Kepresidenan Bidang Hukum: Perlu dilakukan pendalaman terhadap dua bersaudara, Anggodo dan Anggoro. Karenanya perlu didalami dengan penyelidikan yang profesional apakah tindakan demikian termasuk tindak pidana korupsi atau penyuapan kepada aparat penegak hukum.

Kompol, Ketut Yoga Ana, Kabid Penerangan Umum Mabes Polri: (Terkait penahanan Anggodo) Itu semua tergantung penyidik. Penyidik dalam bertugas bersifat mandiri dan penuh pertimbangan. Tahan-menahan tergantung penyidik.

Goei Siauw Hong, Pengamat Pasar Modal: Perseteruan ini bisa memukul bursa saham kita. Makanya presiden harus tegas menyelesaikan masalah ini. Jika terus berlanjut, kondisi terburuknya adalah kerusuhan 1998 terulang dan pasar finansial bisa crash.

Edwin Sebayang, Kepala Riset Financorpindo: Kisruh Polri dan KPK mulai menjalar ke ranah politik. Bukan mustahil pula, masalah ini bisa meledak menjadi konflik dan sosial. Ini yang menjadi kekhawatiran pasar.

Anies Baswedan, Rektor Univ. Paramadina: Semangat pertemuan adalah menjaga pemerintahan dan bangsa, serta memerangi korupsi, bukan memerangi lembaga yang memerangi korupsi. Jadi perangnya melawan korupsi, bukan melawan KPK. Dengan frame tersebut masalah yang terjadi antara Polri dan KPK bisa dilihat secara obyektif.

Benny K Harman, Ketua Komisi Hukum: Jaksa Agung Hendarman Supandji dan pimpinan KPK juga akan dipanggil (selain Kapolri). Bisa minggu depan (pekan ini) juga. Kami ingin penegak hukum mengambil langkah yang lebih cepat dan sebisa mungkin terbuka bagi masyarakat. Kasus ini merupakan ujian kredibilitas para penegak hukum, terutama untuk pihak kepolisian.

Nursyahbani Katjasungkana, Wakil Ketua Umum PKB: Ini bisa jagi puncak kebencian kepada polisi. Logika umum tidak bisa menerima cara-cara polisi. Kalau polemik terus berlangsung, ini seperti negara tanpa pemerintahan. Institusi berjalan sendiri-sendiri. Membahayakan citra SBY sendiri. Kapolri ini sudah tidak netral lagi karena ada anak buahnya yang diduga terlibat.

Hazrul Azwar, Ketua Fraksi PPP: Menghargai sikap SBY yang dalam jumpa persnya beberapa hari lalu mengatakan akan berdiri paling depan jika ada pihak yang ingin membubarkan KPK. Namun, kami harapkan implementasi di lapangan harus lebih jelas. Pemanggilan tidak akan dianggap mengintervensi karena sudah terjadi pro dan kontra di masyarakat.

Nasir Jamil, Anggota Komisi Hukum F-PKS: Paling tidak mencari tahu siapa dalang semua ini. Karena kami yakin ada dalangnya.

Teten Masduki, Sekjen TI: Ketidakpercayaan masyarakat bukan saja pada kasus penahanan Bibit, tapi dari proses-proses sebelumnya.

Rijalul Imam, Ketua KAMMI: Kita masih melakukan konsolidasi dengan teman-teman lain seperti PB HMI, PMII, IMM, GMNI, GMKI, PMKRI. Diperkirakan yang akan ikut aksi 1.000 orang. Selain di Bundaran HI, kami juga mempertimbangkan akan ke Istana Presiden, KPK, dan Mabes Polri. Kita minta SBY untuk segera turun tangan.

Arip Mustofa, Ketua PB HMI: Yang akan mengisi mimbar bebas itu selain pimpinan lembaga kemahasiswaan, juga Muhammad Rifai (kuasa hukum Bibit-Chandra), budayawan Ridwan Saidi, Fuad Bawazier, dan Eggi Sudjana. Aksi juga difokuskan di depan Istana Presiden, KPK, dan Mabes Polri. Sedangkan untuk HMI cabang di daerah akan melakukan aksi di Polda atau Polres.

Teten Masduki, Sekjen TI: Aksi akan diikuti ratusan mahasiswa dan seluruh LSM di Indonesia, dengan membagi-bagi pita hitam ke masyarakat.

Benhard Nababan, Aktivis Migrant Care: Kami mengajak masyarakat untuk menyatakan ‘Hari Berkabung Nasional’ sejak Senin, 2 November 2009 sampai dibebaskan Chandra M Hamzah & Bibit Samad Rianto.

Adnan Buyung Nasution, Anggota Wantimpres: Polisi sudah bertindak terlalu jauh.

Rachmawati Soekarnoputri, Anggota Wantimpres: Jika bukti awal sudah kuat tentang keterlibatan Anggodo, maka sebaiknya polisi menahan Anggodo. Yang diduga aktor intelektual kan ada dua, Anggoro dan Anggodo.

Mahfud M.D, Ketua MK: Memang benar, rekaman itu kami perdengarkan semuanya agar lebih transparan. Rekaman itu untuk meyakinkan hakim dalam menguji pasal itu. Prinsip penegakan hukum itu keterbukaan. Kalau MK ikut menguji (kasus pidana), itu sama dengan merusak sistem hukum. Rekaman itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan upaya kepolisian. Kalau kepolisian ada upaya menghalang-halangi, justru kami mempertanyakan ada agenda tersembunyi apa dari kepolisian. Ya, kalau ada yang tidak beres dalam isi rekaman itu, polisi bisa mengusutnya. Usut saja siapa yang terlibat dalam rekaman itu.

Taufik Basari, Pengacara Bibit dan Chandra: Semua pihak harus menghormati sikap MK. Ini sudah perintah pengadilan. Jadi, tak ada pihak mana pun bisa mengintervensi. Jadi harus dihargai.

Bambang Trisulo, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia: Jika kasusnya berkepanjangan, akan mempengaruhi investor yang ingin berinvestasi di Indonesia. Dampak dari polemic penahanan Chandra-Bibit tidak akan dirasakan pada saat ini. Tapi bila kasus tidak segera diselesaikan, dalam jangka menengah hingga jangka panjang pengaruh terhadap investasi asing akan terasa. Jadi, terlepas dari siapa yang salah, kasus tersebut harus segera diselesaikan.

Thomas Darmawan, Ketua Komite Tetap Pengembangan dan Pemasaran Produk KADIN: Investor asing dipengaruhi oleh bagaimana pemerintah menangani korupsi. Saya berharap suasana yang sedang memanas ini segera jernih.

Silmy Karim, Wakil Ketua Hipmi: Saya lihat, seminggu lagi belum selesai, maka risiko yang ditanggung cukup besar. Dunia usaha ingin kestabilan hokum untuk menjaga kepercayaan investasi. Sehingga kisruh KPK akan menjadi potret wajah Indonesia di mata investor asing. Jangan sampai pesan ini membuat mereka tak percaya pada Indonesia.

Dradjad Wibowo, Pengamat Ekonomi: Investor akan beranggapan bahwa bisnis di Indonesia harus dekat dengan penguasa. Hal itu akan mengembalikan kolusi antara penguasa dan pengusaha nakal, seperti yang terjadi di masa lalu. Korupsi di Indonesia dan hokum bukan hanya bisa dibeli, tapi juga diamankan kalau mereka bersahabat dekat dengan kelompok pengusaha.

Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Kapolri: Di mana pun transkrip (rekaman) ada, akan disita karena sudah masuk ranah proses lidik dan sidik.

Mas Achmad Santosa, Wakil Ketua KPK: Belum ada pemberitahuan dari Polisi (terkait penyitaan transkrip). Jika pun disita polisi, Mahkamah Konstitusi tetap dapat memerintahkan siapa saja yang menyimpan bukti rekaman itu, termasuk kepolisian, untuk diserahkan ke persidangan Mahkamah Konstitusi.

NN, Sumber JPNN: Tidak semua orang bisa mengetahui isi rekaman atau mengakses tempat rekaman suara itu dibuat. Semua yang bekerja di area itu tidak bisa sembarangan. Penyidik atau pimpinan KPK yang berkepentingan dalam penanganan kasus korupsi sekalipun tak bisa sembarangan meminta rekaman. Harus ada prosedurnya dan itu sangat ketat. Sangat-sangat tidak mungkin bisa ditambah atau dikurangi, sebab keasliannya bisa dianalisis.

M. Jasin, Wakil Ketua KPK: Semua kami antisipasi.

Johan Budi S.P., Juru Bicara KPK: KPK akan mematuhi perintah pengadilan. Kami serahkan kepada MK. Mau dibuka atau tidak, itu terserah mereka.

Febri Diansyah, Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW): Tidak perlu menunggu. Harapannya, saat sidang (persoalan) itu sudah klir. MK harus menjadi bagian untuk mengungkap rekayasa kasus itu. Untuk menjaga independensi, bisa dipertimbangkan jangan ada unsur dari kepolisian, kejaksaan, dan KPK dalam tim itu.
Djoko Suyanto, Menko Polhukam: Simpati itu sangat diakomodasi, tetapi dengan tetap mengedepankan serta menjaga keharmonisan kehidupan sosial dan politik.

Hikmahanto Juwana, Guru Besar Ilmu Hukum UI: Kapolri bisa melakukan gelar perkara untuk kasus Pak Bibit dan Pak Chandra dengan melibatkan ahli independen yang dipercaya masyarakat. Itu untuk menilai apakah langkah polisi sudah tepat. Alternatif lainnya adalah mengusulkan pembentukan tim pencari fakta (TPF) dengan melihat bukti-bukti dan pasal-pasal yang disangkakan kepada dua pimpinan nonaktif KPK tersebut. Yang terpenting, mereka yang terlibat dalam kasus tersebut harus diproses. Langkah itu bertujuan untuk menjamin transparansi. Namun, segala sesuatunya terpulang kepada presiden.

Anies Baswesdan, Rektor Univ. Paramadina: Kami sampaikan secara terbuka bahwa ada upaya sistematis un¬tuk melemahkan KPK. Di saat lembaga negara lain tak bisa diharapkan, KPK muncul membawa harapan masyarakat. Namun, tidak ada ke¬simpulan dari pertemuan tersebut. Termasuk kepastian apakah benar-benar akan dibentuk tim independen. Sebab, SBY hanya mendengarkan masukan, tidak memberi kejelasan sikap dan tindak lanjut.

Gus Dur, Tokoh Nasional: Kalau sudah ada ratusan tokoh, saya siap menjaminkan diri pula.

KH Hasyim Muzadi, Ketua Umum PB NU: Kalau mau tuntas, kepala negara harus turun tangan. Ini sudah bergeser dari kasus perorangan. Sekarang sudah timbul ketidakpercayaan di antara masing-masing lembaga di negeri ini. Kuncinya ada kepada presiden. Peristiwa semacam ini bukan hanya kasuistis, tapi satu titik saja dari garis bengkok keadilan hukum. Itu bukan intervensi. Disebut intervensi kalau dia (SBY) punya mau sendiri dan hukum punya mau sendiri.

Tumpak Hatorangan Panggabean, Plt Ketua KPK: Kami mengajukan permohonan kepada penyidik supaya penahanan itu ditangguhkan. Biro Hukum KPK juga ada di Mabes Polri, dan tentunya kami juga akan memberikan masukan untuk pembelaan.
• Eep Saefulloh Fatah, tokoh sipil: Saya bersedia sepenuh hati untuk menjadi penjamin bagi Chandra dan Bibit.

Erry Rijana Hardjapamekas, mantan wakil ketua KPK: Apa yang dilakukan Bibit dan Chandra sama dengan yang kami lakukan dulu. Penyidikan, termasuk penyadapan, juga kami lakukan. Jadi, jika mereka ditahan, saya juga minta ditahan.

Teten Masduki, Sekjen TI: Penahanan itu menunjukkan polisi panik pascaberedarnya transkrip yang kian mempertegas kriminalisasi terhadap kedua unsur pimpinan KPK itu.

Agam, anggota Komunitas Indonesia Cinta KPK (Cicak): Penahanan Bibit dan Chandra merupakan bukti penguasa tak lagi berpihak kepada pemberantasan korupsi. Jadi, KPK tak diperlukan lagi.

Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Kapolri: Pokoknya akan ada langkah konkret yang dilakukan Polri. Hari ini (Kamis) akan diumumkan Kepala Dinas Penerangan Polri dan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Datang saja ke Mabes Polri.

Djoko Suyanto, Menko Polhukam: Kita ikuti saja proses hukumnya seperti apa. (terkait rekaman) Seperti yang disampaikan Juru Bicara Kepresidenan, itu harus diselesaikan sesuai hukum. Kalau tak diikuti proses hukum, apa jadinya bangsa ini.

Irjen Dikdik Mulyana, Wakabareskrim Polri: Setidak-tidaknya faktanya sekarang kami kesulitan sebab dihakimi dengan cerita dan tuduhan kriminalisasi. Tersangka bisa jumpa pers, itu indikasi dia bisa memengaruhi opini. Dari mana kami mengkriminalisasi KPK, mereka juga rekan kami. Kita bicara pelanggaran hukum. Hari ini yang jelas persyaratan itu terpenuhi, subyektif dan obyektif. Ancaman di atas lima tahun, tak ulangi perbuatan pidana, tak melarikan diri.

Irjen Nanan Soekarna, Kadiv Humas Polri: Kami tak pernah membuat kriminalisasi dan kerdilkan KPK. Tolong tulis besar-besar supaya ada keseimbangan. Ini sebagai pernyataan resmi kepolisian. Yang kita sidik adalah orangnya pribadi, bukan institusi.

Bambang Widjojanto, Anggota Tim Kuasa Hukum Bibit-Chandra: Setelah penahanan itu, sejumlah tokoh dan kalangan memberikan dukungan moral. Solidaritas itu akan mengerucut menjadi petisi.

Satjipto Rahardjo, Sosiolog Hukum: Polri dan KPK adalah “Sekrup” antikorupsi di Indonesia. Karena itu, semua kekuatan antikorupsi harus berkonsolidasi agar koruptor tidak justru diuntungkan dengan kekisruhan yang terjadi antara Polri dan KPK.

Irjen Dikdik Mulyana Arif, Wakabareskrim Polri: Kita menahan keduanya terhitung hari ini (29/10). Alasan penahanan sudah sesuai dengan persyaratan obyektif dan subyektif. Alasan obyektif, seseorang dapat ditahan jika ancaman hukumannya lebih dari lima tahun. Adapun alasan subyektif, keduanya dinilai telah membuat opini-opini. Kami kesulitan karena kami dihakimi dengan cerita-caerita dan opini-opini kriminalisasi KPK. Setiap saat tersangka bisa jumpa pers.

Ahmad Rivai, anggota tim kuasa hukum Bibit-Chandra: Penahanan Bibit & Chandra terkesan dipaksakan.

Denny Indrayana, Staf Khusus Kepresidenan Bidang Hukum: Kita hormati apa yang dilakukan MK, demikian juga dengan penahanan Bibit dan Chandra.

Tumpak Hatorangan Panggabean, Plt Ketua KPK: Kami akan mengajukan permohonan kepada penyidik agar dilakukan penangguhan penahanan.

Imam Prasodjo, Penggiat Demokrasi: Penahanan yang dilakukan kepolisian tersebut tidak beralasan.

Febri Diansyah, Peneliti dari Indonesian Corruption Watch (ICW): Keputusan penahanan yang dilakukan Polri hanyalah bentuk dari arogansi kepolisian. Tindakan polisi ini menjadi indikasi atas kemungkinan tindakan hukum sewenangwenang yang bisa dilakukan kepolisian. Bisa saja ke depan,ini tidak hanya terjadi kepada pimpinan KPK, bisa juga institusi lain. Polisi Overreaktif.

Djoko Suyanto, Menko Polhukam: Kalau teman-teman KPK ingin melakukan upaya hukum, silakan.KPK juga harus mengikuti proses hukum ini. Polri mengatakan (jika) itu sudah sesuai prosedur, ya lakukan dengan baik.

Denny Indrayana, Staf Ahli Presiden Bidang Hukum: Menko Polhukam meminta informasi dan pendapat hukum terkait penahanan dua pimpinan KPK hari ini. Presiden sudah menerima informasi terkait kasus ini. Pertama tentang putusan sela Mahkamah Konstitusi, kedua penahanan Bibit dan Chandra. Mengenai putusan sela Mahkamah Konstitusi, Presiden menghormati putusan itu dan akan menunggu sampai adanya putusan final. Sementara mengenai penahanan Bibit dan Chandra, adalah kewenangan polisi. Presiden menghormati proses hukum itu.

Irjen Pol Nanan Soekarna, Kepala Divisi Humas Mabes Polri: Penahanan terhadap Bibit dan Chandra harus dilihat dari perspektif hukum di mana keduanya diduga melakukan tindak pidana.Polri sangat ingin membesarkan KPK untuk pemberantasan korupsi.

Hikmahanto Juwana, Dekan FH-UI: Masyarakat akan menilai janji Presiden memberantas korupsi tak ditepati.

Reaksi atas Penahanan Bibit-Chandra, SBY Perlu Turun Tangan

Headline Media 02 November 09

Penahanan dua petinggi nonaktif KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, masih menjadi kabar terpenting yang disajikan media cetak hari ini. Kali ini dengan jumlah liputan yang jauh lebih besar dibandingkan ketika pertama kali dilansir pada Jumat (30/10). Sorotan hari ini lebih banyak terarah pada pemanggilan empat figur nasional oleh Presiden SBY. Mereka adalah Komaruddin Hidayat, Hikmahanto Juwana, Anies Baswedan, dan Teten Masduki. Tiga poin usulan yang disampaikan mereka adalah gelar perkara kasus Bibit-Chandra yang melibatkan para pakar independen dan dilangsungkan tertutup, membentuk tim pencari fakta, dan proses hukum yang transparan atas semua yang terlibat.

Hal yang khas dan menyolok dari sajian headline media terkait tema ini adalah begitu banyaknya opinion leader (OL) yang angkat bicara. Peningkatan jumlah OL dan keanekaragaman latar belakang OL menunjukkan bahwa tema ini telah menjadi wacana umum. Lebih khusus lagi, melihat kebanyakan OL justru memberikan sentimen negatif terhadap Polri maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar lapisan masyarakat turut prihatin atas penahanan dua petinggi nonaktif KPK itu. Demo besar yang direncanakan dilangsungkan di beberapa titik di Ibukota dan respons pemerintah dipastikan akan menjadi sajian utama besok. Selain itu, tanggapan SBY dan timnya atas usulan empat tokoh tersebut akan ikut menjadi sorotan.

Presiden sendiri belum menunjukkan tanda-tanda akan turun tangan menyelesaikan konflik antara dua lembaga Negara itu. Hal ini tak urung menimbulkan reaksi sejumlah tokoh nasional. Benar bahwa proses hukum tidak dapat diintervensi kekuasaan tertinggi pemerintahan sekalipun. Namun, masyarakat marfum bahwa ada masalah persaingan antarlembaga negara di balik polemik yang telah berlangsung cukup lama. Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan Presiden memiliki kuasa untuk menyelesaikan konflik antarlembaga tersebut. Konflik inilah yang diharapkan mendapat perhatian serius SBY melalui keterlibatan aktifnya mencari solusi terbaik.

Terkait kisruh KPK - Polri. MK akan membeberkan isi rekaman rekayasa 'kriminalisasi' pimpinan KPK. Pembeberan salah satu senjata pamungkas KPK tersebut langsung ditanggapi Polri dengan rencana untuk menyita rekaman tersebut. Polri sendiri pun masih mempunyai senjata pamungkas pada diri Yulianto, orang yang disebut Ari Muladi sebagai pihak yang membantunya menyerahkan uang kepada pimpinan KPK. Sosok misterius itu hingga kini belum jelas keberadaannya. Apakah ia telah diamankan pihak Polri? Apakah ia benar-benar bertemu petinggi KPK dan menyerahkan uang kepada petinggi KPK? Inilah sebagian pertanyaan yang masih dinantikan penyingkapannya oleh semua pemehati kasus ini.

Jumat, 30 Oktober 2009

Penahanan Dua Petinggi KPK, Headline Media 30/10/09

Penahanan dua petinggi nonaktif KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, kemarin, langsung menjadi kabar terpenting yang disajikan media cetak hari ini, menyisihkan warta seputar National Summit. Sebagian media hanya memosisikan berita rembuk nasional itu sebagai sekondan di bawah magnet utama berita hari ini, kontroversi penahanan Bibit & Chandra.

Berita ini memang memenuhi sejumlah syarat menjadi pilihan utama, antara lain mengandung kontroversi dan intrik, terkait tema yang sedang hangat namun menghadirkan efek kejutan, menarik perhatian/kepentingan banyak orang, adanya representasi sosial, adanya atribut stereotype, dapat diperdebatkan dan terbuka terhadap pelebaran isu, memenuhi stadar karakter khas manusia secara umum, dan bangsa Indonesia secara khusus, yakni keberpihakan pada yang terpinggirkan, serta mengundang rasa ingin tahu publik.

Nah, terkait hal terakhir (rasa ingin tahu) inilah, tema ini kemungkinan masih menjadi prioritas headline media untuk beberapa hari ke depan. Bukan hanya menyita headline media, rubrik opini, suara pembaca, feature, politik, hukum dan investigasi pun akan dipenuhi oleh berbagai ulasan, uraian pandangan/pendapat terkait tema ini, yang diteropong dari berbagai perspektif.

Senin, 26 Oktober 2009

Program KIB II dan Kasus Bank Century, Headline Media 26/10/09

Program KIB II

Usia Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II telah hampir seminggu. Media mulai mengarahkan perhatian kritis pada program kerja jangka pendek maupun jangka panjang KIB II. Hingga saat ini program bidang perekonomian dan program kerja sejumlah menteri yang dianggap kurang berkompeten menjadi pusat perhatian utama.

Pertanyaan yang mencuat dari kemiripan program ekonomi KIB II dengan roadmap ekonomi Kadin Indonesia 2009-2014 adalah apakah Kadin dan pemerintah benar-benar memiliki visi yang sama? Ataukah penyusun keduanya adalah orang-orang/tim yang sama? Yang pasti, publik tidak mengharapkan kemungkinan ketiga, yakni pemerintah cuma mengekor roadmap Kadin. Karena jika demikian, kepentingan pengusahalah yang direpresentasikan program ekonomi pemerintah.


Lanjutan Kasus Bank Century

Kasus Bank Century kembali menguat sejalan dengan langkah sejumlah anggota DPR, terutama dari F-PG, yang mempertanyakan penetapan Kejagung bahwa bailout Bank Century tidak mengandung pelanggaran hukum. Alasan para legislator adalah audit BPK yang menjadi referensi ada tidaknya penyalahgunaan wewenang atau pun kekeliruan dalam pengambilan keputusan belum lagi usai. Selain itu, berbagai kontroversi seputar penyelamatan bank kecil dengan nilai yang jauh melampaui aset bank tersebut jelas memantik tanda tanya.

Geliat awal kalangan DPR tentu perlu ditindaklanjuti untuk memunculkan optimisme publik akan adanya check and balance berjalannya fungsi pengawasan atas kinerja pemerintah. Tindak lanjut atas pernyataan ini tentu akan diikuti dan diawasi media, mengingat kasus bank Century adalah salah satu kasus besar 'tunggakan' pemerintahan pada periode sebelumnya.

Rabu, 21 Oktober 2009

Komposisi Menteri & Kesejahteraan Masyarakat

Headline media cetak terpusat pada acara pelantikan presiden-wapres kemarin (20/10) beserta sejumlah analisa mengenai masa depan, tantangan & peluang pemerintahan baru ke depan. Dua rujukan yang paling banyak digunakan pengamat untuk memprediksi era ke-2 kepemimpinan SBY adalah berbagai hal yang terjadi pada pemerintahan SBY sebelumnya dan kemungkinan komposisi menteri.

Terkait rujukan pertama, sorotan diarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan ini tidak diukur berdasarkan parameter makro ekonomi, melainkan berdasarkan kualitas hidup riil masyarakat. Karena itu, para pengamat merekomendasikan pemerintah mendatang untuk berorientasi dan fokus pada pertumbuhan sektor riil. Masalah yang potensial menghadang pertumbuhan tersebut adalah kenaikan harga minyak mentah dunia yang bisa berdampak pada kenaikan harga BBM.

Aspek tinjauan kedua adalah komposisi menteri. Sebagian besar pengamat menunjukkan ungkapan pesimistis berdasarkan prediksi kursi kabinet baru SBY-Boediono. Sejumlah jabatan yang dipegang oleh orang-orang dekat SBY yang tidak memiliki kompetensi di bidang tersebut memunculkan prediksi bahwa program 100 hari dan program jangka pendek kementerian tidak akan terwujud. Para menteri terkait diramalkan masih perlu menggunakan periode awal untuk mempelajari bidang tugas baru yang harus diemban dan mengidentifikasi peluang dan tantangan yang ada.

Alasan lain adalah karena banyaknya muka baru. Seandainya 50 persen anggota kabinet mendatang adalah para deputinya pada 2004-2009 maka kontinuitas dan percepatan pelaksanaan program lebih mudah digaransi. Selain itu, SBY pun dianggap terlalu mengakomodir kepentingan parpol yang berakibat pada penempatan orang yang kurang tepat pada posisi tertentu.

Jumat, 16 Oktober 2009

Jebakan Kekuasaan: Siapa yang Rela Menjadi Oposisi

Peningkatan artikel terkait kabinet dan koalisi pemerintahan semakin terlihat pada media cetak nasional. Berbagai tulisan mulai dari tajuk redaksi, opini, reportase, hingga profil tokoh mengarah pada wacana yang satu ini. Jebakan kekuasaan dan parpol yang haus kekuasaan terbaca dari pemberitaan hari ini. Ketegasan SBY menyatakan kerja sama dengan PDI-P hanya terbatas di level MPR ternyata langsung memantik reaksi berbagai pihak, terutama PDI-P.

Saat kalangan awam menafsirkan statement itu sebagai sinyal tidak tergabung PDI-P dalam koalisi pemerintah, yang ditandai dengan jatah kursi menteri, beberapa petinggi PDI-P langsung bersuara hari ini di berbagai media. Intinya, kubu banteng ingin tetap terbuka terhadap tawaran kerja sama pada level eksekutif pula.

Sikap pragmatis sejumlah petinggi PDI-P tidak serta merta disambut positif oleh kubu Demokrat. Mereka tetap menginginkan pernyataan terbuka Mega sebagai ketua partai seandainya ingin ikut berpartisipasi menikmati kue pemerintahan. SBY dan PD rupanya belajar dari situasi periode sebelumnya. Untuk memadukan koor pemerintahan itu pula, SBY sejak awal meminta komitmen petinggi parpol pendukungnya dituangkan dalam kontrak yang diteken secara resmi dan diketahui khalayak. Enam petinggi parpol telah resmi menandatanganinya kemarin, Kamis (15/10).

Di sisi lain, Partai Gerindra pun belum berani menegaskan posisi pasti mereka sebagai partai oposisi dan memberi kesan tetap terbuka terhadap tawaran SBY. Alhasil, semua pihak, terutama publik harus tetap menanti hingga hari pengumuman nama para menteri untuk mengetahui parpol mana yang menjadi oposisi pemerintah.

Protagonis (central opinion leader) pada hari ini jelas SBY, sang presiden terpilih. Sedikit sentilan ketegasannya kemarin telah berhasil menguak watak oportunis dan haus kekuasaan yang dimiliki parpol-parpol di Indonesia beserta para petinggi masing-masing. Semuanya menyiratkan masih terbuka dan membuka diri untuk mendapat jatah kekuasaan.

Ternyata oposisi harus dipandang dari perspektif sebagai korban, obyek, bukan subyek, dalam kancah perpolitikan nasional. Itulah sebabnya tak banyak politisi yang hendak menjalani peran itu. Itulah alasannya mengapa dibutuhkan kerelaan yang besar untuk menjadi pelakonnya.

Rabu, 14 Oktober 2009

Menanti Panggilan "Darurat" Cikeas

Dua nomor telepon yang sedang dinantinantikan para petinggi partai politik dan pemerintahan serta tokoh dari kalangan professional dan akademisi adalah nomor telepon dari dua anggota cabinet, yakni Mensesneg Hatta Rajasa dan Menseskab Sudi Silalahi. Kepentingan panggilan telepon itu tidak lepas dari wacana terhangat di Indonesia saat ini, yaktu pemilihan anggota Kabinet SBY dan Boediono. Hatta dan Sudi adalah dua tangan kanan presiden dalam melaksanakan pemerintah. Keduanya pun menjadi orang yang diajak SBY, selain Wapresnya Boediono, untuk menggodok para calon pembantunya. Kedua orang itulah yang akan dimintai sby meghunungi orang-orang yang terpilih.

Nasib baik:
Berbagai ikhtiar mulai dari pendekatan pribadi lobi-lobi dgn berbagai kreasi telah diupayakan oleh orang-orang yang bernafsu merebut posisi tersebut. Yang pasti ada beberapa hal yang bisa dianggap sebagai bekal.

Pertama, tentu saja dari sisi kapabilitas dan kapasitas. Kemampuan dalam bidang keahlian tertentu yang sudah diakui secara nasional menjadi bekal utama. Selain itu, pengalaman kerja, track record dan berbagai bentuk kapasitas pribadi yang mendukung seperti kemampuan manajerial, wawasan yang luas, etc, menjadi dasar pertimbang.

Kedua, jasa khusus. Jasa ini tentu saja pertama-tama bagi SBY. Selain itu, bisa pula itu berupa jasa bagi pihak-pihak yang dapat memberikan rekomendasi khusus kepada SBY, terutama ketiga tokoh di atas atau inner circle SBY. Tidak tertutup kemungkinan, orang akan menggunakan jalur tak resmi, misalnya, pendekatan terhadap Ibu Ani, istri SBY, atau bahkan ibu mertua presiden, sebagaiman diakui SBY telah dilakukan oleh orang tertentu.

Ketiga, afiliasi politik-kepartaian. Orang yang terpilih pastinya orang yang mendukung SBY dan partainya Demokrat, jika bukan orang dalam Demokrat sendiri. Mitra partai Demokrat yang menyokong kesuksesan SBY-Boediono dalam pilpres 2009 telah dijanjikan porsi di pemerintahan melalui konsensus formal maupun informal. Maka sejumlah orang dari kelompok ini dipastikan akan menduduki jabatan menteri. Jika, bukan dari kalangan internal partai maka si peminat mestinya merupakan simpatisan partai, punya kedekatan khusus, afiliasi, atau jaringan untuk menembus internal partai. So, ia dapat direkomendasikan.

Keempat, good fortune alias nasib baik. Jika salah satu dari unsur di atas telah dipenuhi, mereka yang berharap menduduki kursi menteri masih harus berharap pada nasib baik. Sama seperti terpilihnya Boediono sebagai deputinya yang mengejutkan banyak pihak, SBY diharapkan akan menghadirkan kejutaan lagi pada pilihannya kali ini. Mungkin karena kesadaran ini pula sejumlah calon yang oportunis sampai harus melakukan pendekatan supranatural. Minimal untuk membuat CV-nya memiliki daya tarik lebih saat dibaca oleh SBY dan tim penggodok. Dan...simsalabim...namanya terpilih. Birokrat senior di departemen atau lembaga tertentu serta para pakar dan praktisi pada bidang khusus layak mengedepankan nasib baik ini seandainya mereka memiliki nilai minus dari sisi jasa dan afiliasi politik.


Siapa yang akan terpilih? Harapan masyarakat awam tentunya orang-orang yang kapabel dalam bidangnya. Namun, yang namanya politik selalu sarat kepentingan, sarat give n take, intrik dan konspirasi, serta merangkum wilayah abu-abu yang bisa menghadirkan kejutan. So, silakan menanti hari pengumuman anggota kabinet SBY-Boediono pada Sabtu (17/10) nanti.

Komposisi Kabinet SBY Boediono & Pemangkasan Royalti Batu Bara

Akankah Gerindra Menapaki Jejak PDIP & Golkar?
Wacana mengenai komposisi kabinet SBY-Boediono masih tetap dominan. Kalangan petinggi Partai Demokrat menyatakan nama-nama yang telah lulus seleksi awal telah dikantongi SBY. Sekarang adalah saat untuk menghubungi mereka yang telah terpilih untuk kemudian beraudiensi dengan presiden terpilih dan selanjutnya menjalani tes kesehatan.

Sebagian besar media menyajikan list kandidat menteri. Sejumlah nama yang berasal dari kalangan parpol tampaknya akan menjadi kenyataan. Yang lebih ditunggu publik dan media adalah tokoh PDIP & Golkar yang ikut masuk tim pemerintah. Kejutan lebih besar akan terjadi bila Prabowo Subianto atau pun salah seorang tokoh Gerindra ikut mengisi salah satu kursi menteri. Jika itu terjadi, lengkaplah kekuatan politik yang dibangun oleh SBY pada periode kedua pemerintahannya.

Namun, para analis politik menggambarkan hal ini sebagai awal kekisruhan pemerintahan pada dua tahun terakhir rezim SBY-Boediono. Pada periode itu, semua partai besar sudah mulai menampakkan geliat untuk menjadi suksesor SBY pada periode 2014-2019. Tarik-menarik kepentingan partai politik pada internal pemerintahan itulah yang disinyalir membahayakan kesolidan rezim SBY-Boediono. Karena itu, pengumuman susunan kabinet pada hari Sabtu nanti patut dinantikan.


Adakah yang diuntungkan dari pemangkasan royalti batu bara?
Rumor baru dari bidang ekonomi adalah rencana pemangkasan royalti (DHPB) untuk produksi batu bara berkalori rendah. Hal ini akan sangat menguntungkan pihak Adaro yang komisaris utamanya adalah Djoko Suyanto, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono. Ditambah dengan status perusahaan ini sebagai donatur penting kampanye SBY pada pilpres lalu, kalangan pengamat menyitir kebijakan ini sarat akan upaya balas jasa.

Selasa, 06 Oktober 2009

Two Faces of Ace, the Smooth Criminal

Ia memperkenalkan dirinya sebagai Azis. Penampilan stylish dan berkelas yang dimilikinya bisa membuat orang berpikir si pemuda asal sebuah daerah di Sumatera ini termasuk golongan eksekutif muda atawa eksmud. Aku pun bisa tertipu seandainya pertemuan pertama dengannya tidak terjadi saat menumpang sebuah angkot dari arah Senen dan jika aku tidak menyimak sekilas tempat tongkrongan yang menjadi tujuannya: sudut sebuah terminal di mana sekelompok pemuda tanggung tengah bercengkerama.

Kala itu, sebuah ponsel jenis communicator diutak-atiknya sambil memangku tas laptop jinjing. Jarum jam arlojiku menunjukkan jam 2.30 dinihari. Untuk kesekian kalinya saya melirik pemuda itu. Penampilan dan tentengannya sungguh mengundang aksi kekerasan. Namun, tak ada gurat kecemasan di wajahnya akan ancaman kriminalitas Ibukota. Apakah ia orang baru di rimba Jakarta? Atau mungkin saja ia sudah terbiasa dengan situasi berisiko ini hingga ia merasa begitu nyaman dan aman? demikian aku membatin waktu itu. Ternyata dugaan kedualah yang benar. Ia sudah biasa pulang kerja di saat sebagian besar warga Jakarta telah terlelap.

Ace, begitu teman-teman menyebutnya, sehari-hari lebih sering berada di kawasan pusat perbelanjaan, terutama Atrium Senen dan sejumlah mal di wilayah Mangga Dua. Di situlah ia berkantor atau lebih tepatnya beroperasi. Tuntutan profesi, demikian frase normatif kalangan professional, mengharuskannya selalu tampil necis. Saban hari Ace harus menjalin hubungan kerjasama dengan orang-orang yang ia temui di pusat-pusat perbelanjaan yang menunjukkan sikap kooperatif.

Tentunya dia tidak asal memilih. Seperti staf marketing berpengalaman, ia telah menentukan target dan prioritas berdasarkan logika berpikir sederhana yang tak perlu dibentuk dengan menyelesaikan pendidikan hingga level S-1. Asupan pengalaman keseharian mengajarkannya satu-dua pelajaran berharga: pertama, penampilan dan peluang adalah dua hal yang kerapkali sinkron di Jakarta atau bahkan di jagad ini; kedua, manusia kerap mempermainkan atau dipermainkan perasaannya.

Berbekal penampilan, Ace memperhatikan dengan seksama setiap pengunjung. Lokasi monitoring-nya bisa di area parkir, sekitar ATM, hingga tempat makan kalangan berduit. Meskipun kadang ada begitu banyak pengunjung, menurutnya, sasarannya gampang terseleksi oleh matanya yang telah terlatih. Mereka adalah orang-orang berkantong tebal, yang memandang dompetnya dari sisi harganya dan bukan dari nilai isinya, yang melihat aspek fisik suatu barang tanpa mempertimbangkan aspek fungsionalitasnya. Targetnya adalah mereka yang menilai orang lain, termasuk ancaman kriminalitas, dari penampilan fisik. Mereka adalah orang-orang yang tak akan peduli saat dipepet rapat oleh orang yang berpakaian parlente. Mereka adalah orang-orang yang tidak akan menggubris, apalagi curiga, kala sedikit tersenggol oleh orang berpenampilan eksmud. Itulah sasarannya. Merekalah obyeknya, orang-orang yang bisa diajak bekerja sama dengan membiarkan dompet, tas tangan, dan tentengannya terlihat menarik di mata orang lain tanpa sikap awas bin waspada. Itulah kelengahan khas orang berpunya yang oleh Ace diartikan sebagai sikap kooperatif. Saat itulah sinkronisasi peluang dan penampilan diolahnya. Menenteng tas laptop sambil berjalan cepat dengan gaya khas kaum sibuk, ia bergerak membuntuti mangsanya. Saat posisi cukup rapat, kelihaian tangannya dimanfaatkan. Dan, gotcha, dompet pun telah beralih tempat. Selanjutnya, ia pun terus bergegas melangkah meninggalkan korban.

Azis alias Ace adalah pencopet. Ia pencopet yang smart. Pencopet kan manusia juga, bukan hanya dalam arti nilai rasa, tapi juga dalam arti daya nalar. Ia bisa memproses logika berpikir dari hasil cerapan indrawi, mengabstraksikan, dan menjadikannya suatu konsepsi, tanpa perlu belajar ilmu psikologi. Lebih-lebih, ia tidak perlu menyelesaikan program pascasarjana untuk menuangkan gagasannya sebagai suatu tesis. Ia telah mempunyai postulat personal yang sifatnya aplikatif. Postulat itulah yang menjadi panduan profesi bahkan hidupnya.

Kelicinan Ace tidak berakhir di situ. Menurutnya, ia tidak hanya lihai mencopet tapi juga pandai menggeletik relung hati seseorang. Itulah yang menjadikannya bukan pencopet biasa. Tidak seperti teman seprofesi lainnya, ia akan berupaya mengembalikan dompet beserta isinya kepada si empunya bila ada rujukan identitas dan alamat yang pasti. Namun bukan lakon pahlawan tanpa imbalan yang hendak diperankannya. Ia justru berupaya merebut kembali hati korban dengan menjadi pahlawan yang akan diberikan apresiasi tak berhingga secara material maupun immaterial.

Kedinamisan diri Ace dituangkannya dalam lakon kedua. Bak bunglon, ia muncul dengan tampilan baru yang kuyu dan tanpa asa saat menjabani kediaman korban. Ia tertawa membayangkan seribu alasan yang dipakai untuk membuat korban jatuh iba. Strateginya selalu sama, ada intro mengenai kisah hidup dan situasi saat itu yang membuat miris dan saat pengembalian barang ia selalu menjelaskan prinsipnya bahwa sesulit apa pun situasinya, menolong sesama tak bernilai bila menuntut imbalan. Dibiarkannya manusia di hadapannya berupaya menyatukan kata hati dan otaknya sejenak. Hasilnya, sebagian besar dari mereka akan memberikan imbalan yang lebih besar, bahkan menjanjikan bantuan lebih lanjut.....ha...ha...ha..., Azis pun tergelak, Mungkin ia hendak menertawakan para korbannya. Tapi, bisa juga ia perasaannya sedang diliputi oleh rasa puas yang membuncah karena kepiawaiannya berlakon.


**************************

Senin, 05 Oktober 2009

Gempa Sumatera Barat: Penguburan Massal, Potensi Gempa Besar Disertai Tsunami

Pemberitaan seputar Gempa Sumatera Barat masih menjadi pilihan sebagian besar media cetak. Proses tanggap darurat, kendala, beserta bantuan dan insentif mengisi sisi liputan. Bantuan yang mengalir cepat dari berbagai pihak belum diimbangi kemampuan distribusi yang efektif dan efisien. Penyaluran bantuan juga belum mempertimbangkan secara bijak skala prioritas kebutuhan korban bencana.

Di sisi lain, menumpuknya tenaga ahli dan sukarelawan dari dalam dan luar negeri belum juga mampu meningkatkan akselerasi proses evakuasi. Kendala beratnya medan dan kerusakan bangunan menjadi handicap yang tak mudah untuk diatasi. Alhasil, penguburan massal menjadi salah satu opsi demi mencegah kemungkinan merebaknya penyakit akibat jenazah yang membusuk.

Sorotan juga masih diarahkan pada dua berita yang sudah diulas pada hari-hari sebelumnya, yakni kesiapsiagaan menghadapi potensi gempa berikutnya, yang diprediksikan berskala lebih besar, serta penanganan terpadu program restrukturisasi yang dirancang pemerintah.

Tekanan akibat rangkaian gempa yang telah terjadi di wilayah itu dikhawatirkan akan memicu lepasnya energi yang lebih besar yang selama ini terkunci di segmen itu (Koran Tempo). Penelitian lebih detil dan koordinasi dengan pemerintah diperlukan demi memastikan keselamatan masyarakat di kawasan tersebut. Sementara itu, dampak gempa terhadap perekonomian nasional menjadi perhatian utama kementerian perekonomian. Lokasi gempa merupakan sentra produksi minyak sawit mentah dan tempat pusat industri batubara, semen, dll. Gangguan terhadap proses produksi di wilayah tersebut dikhawatirkan akan berimbas secara nasional. Pemerintah juga memberikan insentif pajak bagi perusahaan dan perseorangan yang memberikan bantuan gempa Sumbar. Insentif itu berupa pengurangan nilai pendapatan bruto.

Rabu, 30 September 2009

Polri n Century

Polri Dalam Tekanan
Meskipun Kapolri dan Kabareskrim Polri sudah memberikan klarifikasi terkait kasus hukum para petinggi KPK, tekanan terhadap Polri justru semakin besar. Kali ini, enam komisi dan lembaga negara secara bersama menyatakan pendapatnya yang pada intinya menolak kriminalisasi KPK atau lembaga negara yang berstatus independen dan menuntut masalah hukum petinggi KPK diselesaikan secepatnya.

Sejalan dengan itu, pertanyaan tentang keabsahan Perppu KPK kembali menguat. Besarnya tuntutan dan sorotan ke arah Polri bisa berdampak pada keluarnya SP3. Dan, itu berarti status tersangka Bibit dan Chandra harus segera direhabilitasi. Inilah salah satu alasan mengapa para tokoh yang sempat dihubungi tim lima untuk menjadi kandidat Plt pimpinan KPK justru menolak jabatan tersebut. Alasan penolakan lain yang sempat disinggung media adalah dasar hukum Perppu yang dinilai prematur dan kejengahan akan kemungkinan dikriminalisasi.

Isu Century Kembali Menguat
Bagaimana pun, media hari ini harus diakui cukup sepakat untuk menonjolkan isu pemberantasan korupsi melampaui isu lainnya. Walaupun ada potensi isu besar dan tendensi pengalihan isu dari pihak Polri berupa pembeberan hasil investigasi bukti digital isi laptop Noordin M Top, media cetak bergeming dengan tidak memberikan perhatian istimewa terhadap isu terorisme.

Isu lain yang justru mendapat porsi lebih besar adalah kasus Bank Century. Seiring mulai diungkapkannya hasil audit BPK, berbagai masalah yang sebelumnya hanya berupa rumor dan dugaan, kini telah mendapat titik terang. Dengan adanya bukti-bukti awal tersebut, DPR telah memberikan indikasi adanya kemungkinan proses pidana terhadap pihak-pihak yang terkait dalam bailout Bank Century.

Jumat, 25 September 2009

Tim Lima & Proyek Kejar Tayang DPR

Tim Lima
Isu ‘perang cicak vs buaya’ yang menghangat menjelang masa liburan Lebaran saat ini telah memasuki tahap sorotan atas tugas Tim Lima. Tim ini mendapat kepercayaan Presiden SBY untuk merekomendasikan tiga nama calon pimpinan interim KPK. Tim Lima yang dibentuk sebagai kelanjutan misi Perppu No 4/2009 tentang Perubahan atas UU No 30/2002 tentang KPK tetap menjalankan tugasnya meskipun kontroversi masih mewarnai keabsahan penerbitan perppu tersebut. Silang pendapat dengan berbagai argumentasi hukum dari pihak yang pro dan kontra perppu masih menyita perhatian media. Gelombang protes atas lahirnya perppu tersebut tampaknya tidak akan menjadi penghalang bagi Tim Lima untuk menyodor tiga tokoh yang paling layak menjadi Plt pimpinan KPK. Karena itu, perlahan-lahan perhatian media akan berubah haluan pada spekulasi, penjaringan, dan kritisi atas nama-nama calon plt yang mulai bermunculan. Tema inilah yang akan mengisi headline media pada hari-hari mendatang.

Proyek 'Kejar Tayang' DPR
Proyek ‘kejar tayang’ DPR dalam tugas legislasi pengesahan RUU kembali mendapat sorotan. Media kembali mengangkat masalah ini, terkait waktu pembahasan yang tersisa tiga hari lagi sebelum periode keanggotaan DPR 2004-2009 berakhir. Problem ini ditengarai diakibatkan bertele-telenya pembahasan tiap item RUU serta fokus DPR yang lebih terarah pada tugas pengawasan kinerja pemerintah. Raker dengan pemerintah dan jawatan lainnya lebih diprioritaskan dibandingkan tugas utama lainnya, yakni “Bersama Presiden membuat UU”. Alhasil, puluhan RUU dipaksakan untuk diselesaikan dalam tiga hari.

Kamis, 17 September 2009

Petinggi KPK Jadi Tersangka, Perlukah Presiden Turun Tangan?

Penetapan dua pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang, tak pelak mendapatkan sorotan utama media. Setelah selama tiga hari polemik antara KPK v Polri (ditambah Kejagung) menyita perhatian, hasil pemeriksaan tengah malam kemarin akhirnya menetapkan kedua wakil ketua tersebut sebagai tersangka. Merasa mendapat dukungan publik, para pimpinan KPK sempat diisukan akan mengundurkan diri bila status tersebut tetap dikenakan pada mereka.

Sudah saatnya Presiden sebagai kepala negara turun tangan untuk membicarakan kisruh antarlembaga ini. Sikapnya akan membuktikan komitmennya akan pemberantasan korupsi dan penegakan hukum. Jika tidak, wacana bahwa KPK diserang dari berbagai arah, sebagai bagian dari upaya pengerdilan kewenangan komisi tersebut, akan semakin menguat.

Lembaga penegak hukum lain sudah menunjukkan sikap berlawanan. DPR juga sudah siap memangkas kewenangan KPK (hanya tiga fraksi yang menolak penghapusan wewenang penuntutan dari tangan KPK). Sikap diam presiden dapat ditafsirkan sebagai persetujuan atau pembiaran atas konflik antarlembaga tersebut.

Audit investigasi BPK terkait kasus Bank Century telah selesai. Namun, pihak BPK tidak menemukan alasan perlunya pencairan dana talangan oleh pemerintah. Dampak sistemik yang dikemukakan sebagai argumentasi atas proses bailout itu pun tidak ditemukan oleh BPK. Maka pemanggilan atas Boediono dan Sri Mulyani pun akan menjadi hal yang ditunggu-tunggu publik. Berita tersebut, bersama perkembangan kasus KPK v Polri dan liputan mudik-Lebaran akan mendapat sorotan terbesar media nasional.

Selasa, 15 September 2009

Anggota DPR? Pembuat UU??? Wakil Rakyat ?????

Pembahasan sejumlah RUU dan Perppu di DPR kembali menuai kritik. Setelah proses pembahasan RUU Pengadilan Tipikor yang berjalan tersendat-sendat, pengesahan RUU Rahasia Negara, dan persetujuan atas RUU Ketenagalistrikan, kali ini pengesahan atas RUU Kesehatan dan RUU Narkotika serta sejumlah Perppu yang kembali menemui kritik. Kinerja DPR lebih dipandang sebagai proyek kejar target. Keseriusan para wakil rakyat dalam membuat undang-undang yang sifatnya vital dan urgen bagi kehidupan berbangsa dan bernegara ini dipertanyakan publik. Berbagai fenomena muncul sebagai indikatornya, mulai dari persentase kehadiran para legislator, tertundanya pembahasan hingga pekan-pekan terakhir masa jabatan, dugaan pengakomodasian kepentingan tertentu, hingga kedalaman pemahaman dan pembahasan dalam waktu relatif terbatas.

Kecaman terhadap DPR tidak berakhir di situ. Sejumlah media mengaitkan isu pemberangusan power KPK dengan upaya komisi tertentu di Senayan yang bekerja sama dengan badan-badan penegak hukum yang merasa tersaingi. Selain itu, pemilihan anggota BPK pun turut menyisakan sorotan terhadap DPR. Bersama liputan mudik dan perkembangan polemik KPK v Polri/Kejaksaan yang saat ini terpusat pada pencabutan hak penuntutan yang dimiliki KPK, isu terkait DPR masih akan menjadi berita sentral. Apalagi, masih belasan RUU yang menjadi PR bagi para legislator sebelum purnatugas dan arah persaingan isu KPK v Polri/Kejaksaan pun mengarah ke Senayan.

Jumat, 11 September 2009

Polri v KPK hingga Kasus Century

Isu seputar perseteruan Polri-KPK masih menjadi primadona headline media hari ini. Berawal dari panggilan pemeriksaan pihak kepolisian atas pimpinan KPK, isu ini menguat dengan pernyataan KPK bahwa pihaknya akan memeriksa salah satu petinggi Polri dalam kasus Bank Century. Kesan adanya upaya balas dendam dan tekanan balik pihak KPK tersebut beralasan karena ketidakjelasan alasan pemanggilan yang dikeluarkan pihak kepolisian. Hari ini semuanya menjadi lebih jelas berkat adanya penjelasan bahwa pemanggilan itu terkait dengan penyalahgunaan wewenang salah seorang pimpinan KPK dalam kasus PT Masaro. Sejumlah opinion leader mulai mengingatkan pihak kepolisian untuk tidak menggerogoti kekuatan KPK. Sementara itu, isu terakhir yang berkembang menghubungkan upaya pihak kepolisian tersebut dengan kasus Bank Century.

Ikhwal kaitan dengan Bank Century, beberapa media menggambarkan pemanggilan petinggi KPK merupakan bagian dari skenario memberangus upaya penyibakan kasus Century. Sejalan dengan itu, sejumlah skenario yang diungkapkan kalangan DPR antara lain, keluarnya PBI No 10/31/2008 pada 18 November 2008 yang dianggap merupakan bagian dari upaya memuluskan penyaluran FPD ke Century. Lambatnya audit investigasi BPK dan penggantian auditor BPK yang melakukan tugas tersebut dipandang sebagai rangkaian skenario untuk menutup kasus itu. Kasus ini masih tetap berpotensi membesar selama pekan depan bersama liputan mudik lebaran, yang sejak kemarin sudah mulai menyita headline media.

Selasa, 01 September 2009

Kasus Bank Century: Rp 6,7 T untuk Membantu Kriminalitas Pernbankan?

Liputan media terhadap pengusutan kasus Bank Century semakin memuncak. Sorotan utama hari ini (1/9) tertuju pada pernyataan Wapres JK bahwa kasus Bank Century bukanlah imbas krisis ekonomi melainkan kasus kriminal, yakni fraud yang dilakukan Robert Tantular cs, para pemegang saham pengendali bank tersebut.

Statement yang sebenarnya merupakan klarifikasi atas kronologi bailout Bank Century yang disampaikan Menkeu Sri Mulyani ini bisa berdampak besar. BI, Depkeu, dan LPS berkali-kali menegaskan alasan risiko sistemik dari kebangkrutan Century bisa berdampak pada kehancuran 5-18 bank lainnya – berdasarkan laporan media. Korelasi antara risiko sistemik dan krisis keuangan global bisa menggiring opini publik ke arah pemikiran bahwa bank tersebut layak menerima suntikan dana pemerintah.

Namun, sebenarnya tidak demikian. Dengan adanya klarifikasi wapres, terkesan adanya keteledoran dalam pengambilan kebijakan: menyuntikkan uang negara kepada bank yang dirampok pemiliknya sendiri. Padahal, ada pilihan lain jika memang berdampak sistemik, seperti melikuidasi Bank Century atau pun menyuntikan dana ke bank-bank kecil lain yang benar-benar terimbas masalah krisis ekonomi dan terkena efek kehancuran Century. Keteledoran awal ini membawa tiga pihak yang berkepentingan tersebut pada kekeliruan berikutnya. Perkiraan total dana talangan (sekitar Rp1,3 triliun yang disetujui DPR) ternyata meleset. Bank itu akhirnya disuntik dana yang mencapai Rp 6,72 triliun – kalangan DPR bahkan memperkirakan jumlah dana talangan akan meningkat jika kasus ini tidak diungkapkan. Penggunaan dana yang sedemikian besar akhirnya berusaha ditutupi dengan tidak memberikan laporan lebih lanjut ke DPR.

Tentunya, BI, Menkeu, dan LPS tidak mudah membuat kekeliruan dalam memutuskan kebijakan penting. Itulah yang membuat DPR, KPK, dan media terus berupaya menelusuri ‘ada siapa/apa di balik kasus ini’. Menilik besarnya jumlah gelontoran dana LPS, meski bukan dari APBN maupun FPD bank sentral, banyak pihak mengaitkan proses bailout ini dengan upaya penyelamatan dana sejumlah deposan besar. Dana merekalah yang ditengarai akan ditalangi melalui bailout tersebut. Karena itu, hasil audit BPK akan sangat penting bagi media dan publik, terutama untuk mengetahui siapa saja deposan kakap Bank Century, siapa sajakah deposan kakap yang simpanannya telah diganti, dan berapa besar dana yang dialokasikan untuk itu. Dari situlah kemudian bisa ditelusuri ada tidaknya keterkaitan mereka dengan para pengambil keputusan bailout.

Jumat, 28 Agustus 2009

Ada Pemerintah di Bank Century? Pisau Bermata Dua di Lidah Ahmad Mubarok

Kasus Bank Century kembali mengemuka dan mengisi headline sebagian besar media. Kali ini, bukan terkait Robert Tantular, bos Bank Century sekaligus bos Antaboga, melainkan terkait suntikan dana pemerintah (dana talangan) yang mencapai Rp 6,7 triliun.

Dalam raker Menkeu dengan DPR kemarin, kalangan parlemen mempertanyakan tiga masalah mendasar: yang pertama, payung hukum yang digunakan untuk menggelontarkan dana sebesar itu; kedua, Pembengkakaan dana talangan yang pada November 2008 disetujui sebesar Rp 1,3 triliun; ketiga, potensi kerugian yang diperkirakan mencapai Rp 5 triliun. Audit investigasi BPK merupakan kata akhir DPR untuk mengusut masalah ini, walaupun Menkeu mengatakan tidak ada dana APBN dan Fasilitas Pendanaan Darurat (FPD) BI yang digunakan.

Yang menjadi pertanyaan sebenarnya adalah apa alasan dan ada apa dibalik keberanian pemerintah dan LPS menjaminkan dana sebesar itu untuk membantu Bank Century? Dan, seperti biasa, adakah kepentingan tertentu yang ingin diselamatkan dari penyaluran fasilitas yang luar biasa tersebut di saat kondisi perekonomian Tanah Air sedang terancam pula?

Dari isu kabinet, wacana yang sudah diprediksikan sebelumnya terkait pernyataan Wakil Ketua Partai Demokrat Ahmad Mubarok, memang mengundang reaksi negatif dari para petinggi mitra koalisi PD. Pernyataan yang pada awalnya dimaksudkan untuk meluruskan rumor seputar kedekatan PD-PDIP tersebut, justru memicu keretakan antara PD dan partai-partai pendukung koalisinya.

Klarifikasi PD atas pernyataan Mubarok tentu akan sia-sia tanpa adanya sanksi atas petingginya yang telah dua kali menyebabkan keretakan hubungan Demokrat dengan mitranya. Lebih jauh, imbasnya akan mempengaruhi penentuan komposisi kabinet mendatang. Jika SBY tidak mengakomodasi kepentingan partai-partai pendukungnya, bisa dipastikan kondisi di parlemen mendatang akan sama seperti yang terjadi pada periode 2004-2009: mitra koalisi di pemerintahan juga menjadi oposan di parlemen.

Selain itu, pernyataan Ahmad Mubarok bahwa pendekatan PDIP-PD tak lebih dari sekadar permainan politik untuk menekan para mitra koalisi jelas menjadi pisau bermata dua. Tidak hanya keharmonisan koalisi yang dipertaruhkan. Jika benar ada rencana jangka panjang antara PD-PDIP, bisa dipastikan pihak 'Moncong Putih' akan kebakaran jenggot dan merasa dipermainkan karena pembicaraan yang telah berlangsung cukup lama itu ternyata hanya 'permainan' belaka.

Rabu, 26 Agustus 2009

Antasari Terdakwa, Perlukah Ketua KPK Baru

Status baru Antasari sebagai terdakwa – dari sebelumnya tersangka – otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, bos PT Putra Rajawali Banjaran, mendapat sorotan terbesar headline media hari ini (26/8). Ketua KPK nonaktif itu akhirnya kembali ke kantor yang pernah dipimpinnya, Kejari Jakarta Selatan, sebagai seorang pesakitan (terdakwa).

Dengan diterimanya berkas kasusnya beserta tiga tersangka lainnya, Antasari cs resmi menjadi tahanan kejaksaan. Namun, penahanan sementara masih tetap dipercayakan ke pihak kepolisian.

Tema ini bisa merembet ke ranah politik. Kalangan DPR telah menyuarakan agar Presiden SBY segera mengusulkan calon pengganti Antasari sebagai pimpinan KPK sebelum masa jabatan DPR saat ini berakhir. Namun, usulan ini ditentang oleh sejumlah pihak. ICW melihat kinerja keempat pimpinan KPK yang tersisa masih bagus dan belum ada keperluan yang sangat urgen akan ketua baru. Kalangan aktivis LSM juga kelihatannya membaca adanya upaya pihak-pihak tertentu untuk mendudukkan “orang pilihan” sebagai ketua KPK untuk menyelamatkan kepentingan tertentu. Isu ini bersama berita mengenai pemberhentian tetap Antasari dari jabatan ketua KPK akan menyita perhatian publik terkait kasus ini.

Selasa, 25 Agustus 2009

Ali Kurir Bin Laden? & "Para Penguasa Gula"

Media hari ini (25/8) pada umumnya masih konsisten mengusung isu sehari sebelumnya karena belum adanya isu dominan baru yang mencuat. Masalah terorisme dan polemik RI-Malaysia seputar Tari Pendet masih menyita porsi terbesar halaman depan media.

Wacana seputar pengawasan kepolisian terhadap ceramah dan dakwah akhirnya diredakan setelah adanya konferensi pers bersama antara Kapolri, Menteri Agama, dan Menkominfo. Pengawasan terhadap dakwah tetap menjadi domain Kementerian Agama, sedangkan polisi akan dilibatkan jika ada hal-hal yang memang mengancam keamanan nasional.

Isu lain seputar terorisme adalah mengenai reminya penahanan atas Al-Khalil Ali, warga Saudi Arabia yang menetap di Kuningan. Bocoran yang diperoleh sebuah media menyebutkan bahwa Ali adalah kurir sebuah jaringan teroris internasional yang berbasis di Timur Tengah. Indikasinya mengarah ke Al-Qaidah, organisasi pimpinan Osama bin Laden.

Dari masalah impor gula dan kenaikan harga gula di pasaran, KPPU akan turun tangan terkait adanya tanda-tanda penguasaan pasaran produk ini oleh sebuah konsorsium yang berisikan tujuh perusahaan. Di tengah rentannya kenaikan harga, konsorsium yang menguasai 90% pasar gula ini malah membatasi pemasaran produk. Akibatnya, gejolak harga gula pun bisa saja tidak mampu dikendalikan pemerintah. Ikhtiar Bulog untuk menjadi satu-satunya pengimpor gula bisa dipertimbangkan pemerintah demi memudahkan mekanisme kontrol harga.

Sementara itu masalah impor produk, kebijakan pemerintah yang memudahkan proses impor bisa berakibat hancurnya iklim usaha nasional dan produksi dalam negeri. Keleluasan membuka kran impor tanpa adanya kebijakan disinsentif memudahkan produk-produk luar negeri membanjiri pasar Tanah Air. Tak heran bila negara maritim terbesar di dunia ini justru menjadi pengimpor garam dan ikan.

Kamis, 20 Agustus 2009

Misi Cendana melalui Tommy: Invasi Golkar

Pernyataan Tommy Soeharto untuk masuk dalam bursa pencalonan Ketua Umum Partai Golkar dan penetapan presiden terpilih 2009-2014 oleh KPU menyita halaman muka hampir seluruh media cetak nasional. Namun, kemunculan kembali “Pangeran Cendana” di panggung politik jelas menjadi sorotan paling menarik. Apakah langkah Tommy menandai kebangkitan keluarga Cendana di kancah perpolitikan Tanah Air? Ataukah ini hanya sekadar manuver politik sebagai positioning dan test case keluarga Soeharto menghadapi 2014. Yang jelas, citra Partai Beringin dipertaruhkan. Publik akan menilai apakah mesin politik Orde Baru ini telah bertransformasi mengikuti arus reformasi ataukah malah ingin menghidupkan kembali kekuatan Orba.

Media ekonomi masih tetap mengaitkan agenda ekonomi nasional dengan perkembangan politik. Salah satu yang kembali menjadi headline adalah isu komposisi kabinet mendatang. Media Ekonomi terlihat intens mengangkat tema ini dengan mengangkat wacana umum memimalisir potensi ‘bagi-bagi jatah’ kursi kabinet ke partai pendukung koalisi pemerintahan dan masuknya kalangan politisi ke jabatan-jabatan strategis di kabinet. Sejumlah nama dari kalangan profesional dan teknokrat terus dikedepankan dan digadang-gadangkan akan membawa kesuksesan jika menduduki salah satu pos kementerian.

Info supranatural tv indonesia & usulan buat mas noordin m top

Pembicaraan tentang noordin m top masih hangat-hangat renyah: mengundang atensi, mimik serius sekaligus tawa renyah. Spekulasi & isu soal penelusuran jejak serta sulitnya menangkap si gembong teroris ini sering mengundang komentar asbun dari teman-teman. Tak heran bila kisah noordin em berrrr pun menyebar – entah dari mana asalnya – dari sms, jejaring social, postingan di blog-blog, hingga situs berita online dan karikatur koran nasional.

Yang tak kalah serunya, bagi para peminat dunia indera keenam alias supranatural, adalah soal kemungkinan nmt punya ngelmu menghilang (saya lupa istilah dunia persialatannya ala bastian tito..hehehe…) atau berganti rupa..hiks. Konyol memang untuk dibayangkan orang-orang kontemporer yang tidak hidup di dunia sinto gendheng.

Tapi, ya, sekonyol-konyolnya omongan asbun bisa mendatangkan ide kreatif juga untukku. Seandainya nmt ternyata tidak memiliki skill supranatural, seandainya nmt suka menonton tv Indonesia yg dipenuhi iklan layanan supranatural, serta seandainya dia membaca tulisan ini dan mau menerima usulanku…hehehe… berikut ini usulan menarik untuknya:
 Ketik REG spasi SUHU...Suhu Yo, tanyakan ke Suhu Yo, tempat persmbunyianku yg aman di mana ya?
 Ketik REG spasi JENENG...tanyakan ke Ki Joko Bhodo, nama samaran yg tepat buatku, apa ya?
 Ketik REG spasi Primbon…tanyakan ke Mas…(siapa namanya ya?), siapa calon istri saya berikutnya ya?
 Ketik REG spasi MAMA...tanyakan ke Mama Loren, Ma2, ujung nasibku, gimana ya?


Kalau mas nmt ternyata ngebet n ngincar salah dua artis Indonesia yang semok,,hiks, gampang mas, tinggal ketik REG spasi Tato…biar nama artisnya bisa jadi dijadikan ‘prasasti kenangan terindah’ di bagian tubuh yang kamu mau…hahaha..

Nah, ini bisa dijadikan ujian sekaligus rujukan kehandalan orang-orang itu. Kalau mas nmt tetap bisa lolos dan hidup tenang n senang, berarti paranormal2 itu memang punya mantra handal n mantap. Tapi ada risikonya buat ma2 loren cs. Kalian bisa diciduk karena bekerja sama dengan teroris, ikut membantu/memfasilitasi pelarian teroris. Tenang aja, bisnis “Ketik REG” kalian masih bisa jalan...hanya saja, ya, dari balik jeruji besi. Dan, Mbah Surip pun bisa tertawa lepas dari ‘alamnya’ hahaha…

Selasa, 18 Agustus 2009

Makna Kemerdekaan dan Gebrakan Darmin Nasution

Peringatan HUT Kemerdekaan RI dan makna kemerdekaan menjadi sorotan headline media. Berpijak pada tujuan kehidupan berbangsa dan bernegara yang termaktub dalam Pembukaan UUD '45, sejumlah media memberikan tekanan pada aspek kesejahteraan sosial, ekonomi, dan keamanan nasional. Rangkumannya, Indonesia belum merdeka dari kemiskinan, dari keamanan publik (terorisme), dan dari kualitas hidup yang memadai. Ketidakhadiran para mantan presiden dalam peringatan Detik-Detik Proklamasi di Istana Merdeka, kemarin, juga disinggung tiga media. Sorotan negatif sedikit diberikan kepada Megawati Soekarnoputri yang tidak hadir dalam upacara tersebut untuk kelima kalinya berturut-turut. Ketidakharmonisan relasi dua tokoh negara berimbas pada ekspresi nasionalisme dan jiwa kenegaraan.

Kehadiran Darmin Nasution di jajaran pimpinan Bank Indonesia menghadirkan gebrakan baru. Sinyal-sinyal positif untuk mengutamakan kepentingan ekonomi nasional dibanding kepentingan sektor perbankan semata yang sebelumnya dijanjikan, mulai menampakkan titik terang. Bank sentral yang sebelumnya tidak memiliki greget dalam menekan suku bunga kredit, melalui Darmin, telah menjanjikan akan menempuh mekanisme di luar standar normal untuk menekan bank-bank di Indonesia menyesuaikan suku bunga kredit masing-masing sesuai dengan BI Rate. Kebijakan lain yang akan ditinjau adalah batasan kepemilikan asing di sektor perbankan. Darmin menjanjikan akan meninjau ulang batasan aneh (99%) untuk kepemilikan asing yang diterapkan setelah krisis moneter 1998 lalu. Hal ini juga yang telah menyebabkan banyak kebijakan BI diterapkan setengah hati. Penguasaan pihak asing telah mengakibatkan kepentingan ekonomi nasional secara umum kurang menjadi prioritas sektoral kalangan perbankan nasional.

Jumat, 14 Agustus 2009

Perburuan Pelaku Bom

Penemuan bahan-bahan pembuatan bom di sebuah rumah kontrakan di Bogor dan penyelidikan terkait safe house kelompok teroris menjadi sorotan utama headline media yang mengangkat kelanjutan perburuan para tersangka teroris. Para saksi di Bogor menyebutkan salah satu penyewa berwajah mirip Eko Peyang alias Eko Joko, salah seorang teroris yang tewas dalam penggerebekan di Jatiasih, Bekasi. Seorang lainnya berbicara dalam dialek Melayu. Indikasi bahwa para penyewa itu merupakan salah satu sel Noordin akan diperkuat bila hasil penelitian Polri menegaskan bahwa bahan bom di Bogor sama dengan yang ditemukan di Jatiasih.

Sementara dua safe house (di Pela Mampang dan di Jatiasih), serta sebuah kontrakan di Bogor mengindikasikan bahwa rumha-rumah persembunyian/persinggahan mereka kemungkinan bertujuan ‘mengepung’ Jakarta. Hal ini dapat diartikan pula bahwa lokasi target-target utama pengeboman ada di wilayah Ibukota RI. Karena itu, upaya pengendusan Polri akan kemungkinan adanya safe house lainnya di wilyah Jakarta dan sekitarnya akan menjadi salah satu prioritas. Sedangkan laporan warga Candraloka, Bogor, bahwa Saefuddin Jaelani memiliki belasan murid, selain Dani Dwi Permana, perlu segera diselidiki polisi. Remaja-remaja tersebut dipandang potensial menjadi rekrutan baru kelompok Noordin.

Isu-isu headline media lainnya masih dalam porsi yang terbatas. Dalam jangka pendek isu KPK (testimoni Antasari Azhar) berpeluang untuk menguat, bersama dengan isu ekonomi divestasi saham Newmont. Terkait isu terakhir, selain aroma persaingan antara perusahaan swasta dan BUMN dalam perebutan 14% saham divestasi tersebut, polemik yang timbul antara Pusat dan Pemda itu juga sudah memasuki jalur politik.
Untuk jangka panjang, pembahasan RUU Rahasia Negara yang bersinggungan langsung dengan kebebasan pers juga akan menjadi sorotan media.

Para Pencari Tuhan

Yang menatap realitas
tanpa tenggelam
Yang menerabas fakta
tanpa keegoan
Yang menyibak alam
tanpa merusak
Yang mempertanyakan metafisik
tanpa kelelahan
Memaknai ada-nya dalam tanya
Meretas asa dalam nyata
Menuju Kesempurnaan

Kamis, 13 Agustus 2009

Identitas Teroris, Putusan MK, dan Divestasi Saham Newmont; Media Headline 13 Agust 09

Berita perburuan para teroris masih mendapatkan share terbesar media headline dengan fokus pada penelusuran jejak dan pembeberan identitas para teroris, serta kronologi pengeboman Mega Kuningan berdasarkan keterangan resmi Polri, kemarin (12/8). Sejumlah analisis yang dikedepankan adalah bahwa Noordin masih berada di wilayah Jawa, ia akan menghilang untuk sementara waktu sambil menyusun rencana pengeboman baru atau gerakan pembalasan atas peristiwa Temanggung. Ia juga diyakini sudah menghimpun sel-sel baru yang lebih banyak dan siap untuk beraksi kembali bersama rekrutan-rekrutan barunya. Rekrutan-rekrutan baru inilah yang menjadi pekerjaan rumah bagi pihak Polri/intelijen untuk identifikasi lebih dini.

Dari masalah gugatan hasil dan penyelenggaraan Pilpres 2009, Putusan MK yang menolak gugatan kedua pihak pemohon (Mega-Prabowo dan JK-Wiranto) menghilangkan potensi gejolak besar dalam bidang politik dan kehidupan demokrasi di negara ini. Apalagi, kedua pemohon juga sudah menyatakan menerima keputusan MK itu. Sisi positif dari putusan tersebut adalah bahwa kondisi publik yang diresahkan oleh masalah terorisme tidak digandakan oleh problem dari ranah politik yang bisa berdampak lebih luas. Selain itu, kondisi perekonomian dan keuangan negara pun tidak mengalami goncangan sebagai akibat penyelenggaraan pemilu ulang.

Dari isu pembelian saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara, pemerintah sudah mengeluarkan pernyataan bahwa Pusat akan membeli 14% saham NNT tersebut dengan menggandeng Pemda NTB. Skema persisnya baru akan dijelaskan Menteri ESDM hari ini. Namun, nada ketidakpuasan sudah ditunjukkan oleh Pemda NTB yang beranggapan adanya Pusat telah “merebut jatah” daerah. Surat Ketua DPR Agung Laksono kepada presiden juga menunjukkan banyaknya kepentingan yang terlibat dalam masalah ini.

Rabu, 12 Agustus 2009

Isu & Spekulasi yang Menyertai Krisis, Siapa yang Salah


Dalam pernyataan persnya, Sabtu (8/8) sore, selain memuji kinerja Polri dan memberikan apresiasi kepada semua pihak yang mendukung operasi pemberantasan teroris, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyampaikan peringatan khusus bagi media massa. Media diminta untuk tidak mendahului aparat terkait berbagai spekulasi dan isu yang meresahkan publik.

Media memang berandil dalam perkembangan berbagai isu dan spekulasi melalui pemberitaannya. Namun, apakah media menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas muncul dan berseliwerannya rumor? Ataukah ada pihak lain yang lebih bertanggung jawab atas atas masalah ini?

Problem Komunikasi Krisis

Sentilan Presiden tersebut sebenarnya menguak suatu problem laten yang telah lama berlangsung di negeri ini. Problem tersebut adalah penanganan komunikasi krisis. Lembaga-lembaga yang terkait dalam suatu krisis atau situasi darurat tertentu acapkali tidak mampu menata alur dan pola informasi yang efektif dan beretika, baik kepada pemangku kepentingan (stakeholders) utama, media massa, maupun publik secara umum. Sedikit menengok pada beberapa contoh kasus (baca: krisis) yang terjadi pada pekan-pekan terakhir, masalah serupa dalam konteks yang berbeda akan terlihat jelas. Dari kasus gugatan pemilu (pemilu legislatif maupun pemilu presiden), penembakan di sekitar lokasi penambangan emas PT Freeport, Papua, peristiwa pengeboman dua hotel mewah di Jakarta, hingga jatuhnya pesawat twin otter Merpati Airlines di Papua, simpang siurnya informasi, rumor, dan spekulasi muncul tak terkendali.

Mengapa hal itu terjadi? Media tentu bisa dituntut jika ‘meniupkan’ isu tanpa didasarkan pada informasi dari sumber yang jelas, dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Namun, ketika isu dan spekulasi tersebut didasarkan pada informasi dari sumber yang kredibel, memiliki kapasitas di bidang krisis terkait, apalagi jika informasi berasal dari sumber resmi atau bocoran dari kalangan internal lembaga terkait, maka penanggung jawab utama berkembangnya rumor semestinya ada di tangan tim komunikasi krisis.

Di satu sisi, kemajuan teknologi dan kinerja media massa negeri ini meningkat pesat. Hal ini tergambar, misalnya, dari kecepatan memperoleh berita dan mengidentifikasi kasus, kemampuan investigasi dan menembus narasumber terkait. Di sisi lain, kemajuan media belum mampu diimbangi kecekatan dan profesionalitas tim penanganan dan komunikasi krisis berbagai organisasi dan lembaga (pemerintahan maupun non pemerintahan) di Indonesia. Alhasil, imbasnya menyeruak dalam problem laten kehumasan, yakni kegagapan sekaligus kelatahan komunikasi krisis.

Kegagapan dan Kelatahan Komunikasi

Kedua problem tersebut – kegagapan dan kelatahan komunikasi krisis - sebenarnya menggambarkan adanya persoalan terkait efektivitas dan etika komunikasi yang mengedepankan sense of crisis. Kecepatan dan ketepatan informasi penaganan krisis menjadi parameter efektivitas suatu komunikasi krisis. Dengan kata lain, komunikasi krisis yang efektif mengandaikan kemampuan untuk menyajikan informasi yang dibutuhkan pada waktunya. Kegagalan dalam membangun komunikasi yang efektif inilah yang seringkali muncul dalam bentuk kegagapan dalam menyajikan informasi ke publik dan/atau media massa. Dalam kasus operasi antiteror, misalnya, kegagapan itu bisa saja muncul bila pihak terkait dipandang telah keliru dalam mengidentifikasi target operasi yang telah dinyatakan sebelumnya.

Sementara itu, aspek etika berhubungan dengan pola komunikasi/pendekatan yang berbeda terhadap para pemangku kepentingan (stakeholders) utama, media, dan publik umum dalam setiap krisis. Contoh yang kerap terjadi dan patut disayangkan adalah pihak keluarga korban mendapat berita duka mengenai anggota keluarganya secara tak terduga melalui media massa, bukan dari pendekatan resmi dan personal pihak organisasi/lembaga yang berwewenang. Contoh lain, dalam kasus operasi antiteror, berbagai informasi mengenai detil operasi bisa disampaikan sumber internal tanpa kontrol yang memadai sebelum informasi resmi diberikan, meski imbasnya bisa kontraproduktif.

Kegagalan dalam mengendalikan kedua alur informasi di atas itulah yang dimaksud dengan kelatahan dalam komunikasi krisis. Dari sinilah asal-muasal berbagai isu dan spekulasi negatif

Mengantisipasi dan Mengendalikan

Jika dirunut lebih jauh, akar permasalahan munculnya kegagapan dan kelatahan komunikasi tersebut adalah tidak terpenuhinya tiga tahap dasar dalam komunikasi krisis, yaitu perencanaan, penanganan, dan evaluasi. Dalam artikelnya “Managing a Media Crisis”, Susan Solomon, pengajar dan praktisi komunikasi asal AS, menekankan dua kata kunci yang menyatukan ketiga tahap tersebut adalah “mengantisipasi (anticipating) dan mengendalikan (controlling)”.

Perencanaan komunikasi krisis dengan sendirinya mengandung makna antisipasi. Dalam tahap ini, mengantisipasi dapat diartikan sebagai kesadaran bahwa masalah, kasus, dan bencana bersifat omnipresent, dapat terjadi kapan dan di mana pun. Karena itu kesiapsiagaan dan persiapan dini perlu dilakukan.

Pada tahap penanganan, mengantisipasi merujuk pada upaya dan rancangan informasi serta data yang disampaikan kepada setiap pihak terkait. Potensi terburuk dari situasi darurat dan adanya disonansi (tegangan) antara berbagai kepentingan pun perlu diantisipasi pada fase ini. Sedangkan pada tahap akhir (evaluasi), mengantisipasi menunjukkan adanya kesiapsiagaan untuk menghadapi segala bentuk situasi emergensi atau krisis yang mungkin terulang.

Kata kunci kedua, mengendalikan, dapat diterapkan dalam konteks tahapan yang sama. Pengendalian komunikasi krisis menjadi panduan (guideline) dalam tahap persiapan, upaya dan fakta pada tahap penanganan, serta data dan sasaran (goal) pada tahap evaluasi krisis.

Problem kegagapan maupun kelatahan komunikasi saat terjadi situasi darurat mengindikasikan kurangnya kemampuan mengantisipasi dan mengendalikan krisis. Bahkan, bisa jadi banyak organisasi dan lembaga di Indonesia belum memiliki manajemen krisis atau pun rancangan komunikasi krisis. Imbasnya sangat jamak terlihat dalam komunikasi yang tidak efektif dan beretika. Pola komunikasi yang muncul kemudian, misalnya, membatasi akses informasi, keterlambatan informasi, misinformasi, tegangan dengan pihak stakeholders maupun media, keterangan yang berbeda dari berbagai pihak terkait, hingga rumor-rumor yang tak terkendalikan.


Media Massa sebagai Partner Komunikasi

Komunikasi krisis bertautan erat dengan peran media massa. Media massa adalah salah satu partner utama bagi tim komunikasi krisis. Media merupakan pihak yang mempublikasikan hitam-putihnya fakta di lapangan sekaligus perkembangan terakhir (update) penanganan krisis. Media pula yang menyajikan berbagai tanggapan balik, reaksi pemangku kepentingan dan publik atas krisis yang terjadi serta penanganannya. Sayangnya, yang seringkali terjadi adalah kekeliruan persepsi (misperception) dan para pencari berita lebih dipandang secara negatif oleh pelaku komunikasi krisis. Tugas pewarta untuk mempublikasikan data dan informasi krisis dianggap sebagai pengganggu langkah operasi penanganan. Tak heran bila sebutan berkonotasi minus, seperti “nyamuk pers” dan penyebar isu, kerap dilekatkan pada kalangan jurnalis.

Tepat pada titik inilah alarm kegagalan komunikasi krisis yang efektif dan beretika layak dibunyikan. Ketidakmampuan dalam mengantisipasi dan mengendalikan alur komunikasi krisis hendak dilemparkan kepada pihak yang semestinya dipandang sebagai rekan kerja. Ketiadaan persiapan penanganan berdampak pada kegagapan dalam mengkoordinasikan dan menyajikan informasi serta data krisis kepada pihak media. Alhasil, komunikasi dan kerjasama efektif yang semestinya terjalin dengan pihak media gagal dibangun. Sebaliknya, ketidakpahaman akan tugas media dalam mencari informasi berakibat pada penyajian informasi yang tak terkontrol (kelatahan).

Efektif dan Beretika

Situasi darurat, kasus, dan bencana dapat terjadi kapan pun dan di mana pun. Untuk bisa mengantisipasi dan mengendalikan situasi tersebut dibutuhkan sistem yang telah disiapkan sebelum, termasuk skema umum komunikasi krisis. Kesiapsiagaan menghadapi krisis tersebut diharapkan mampu menjembatani komunikasi krisis yang efektif dan beretika yang menjadi kendala banyak lembaga dan organisasi di negara ini. Kredibilitas pihak/lembaga terkaitlah yang dipertaruhkan di hadapan publik dalam hal kesalahan komunikasi krisis, dan bukannya kredibilitas media. Media justru mendapat kredit poin dari pembaca untuk kemampuan investigasinya dan keakuratan berita yang dilansir.

"...If you don’t announce bad news yourself, the media will find someone who will say something, and that source will not likely know all the facts or properly communicate your point of view" (Jeffrey A. Davis, praktisi Komunikasi pada Sawmill PR)

Kamis, 06 Agustus 2009

Quotes on Crisis Communications

» Good crisis communications is based on a system already in place. When there is a crisis, you just tighten it up and make it better. If you routinely had a daily press briefing, you would tighten it up and make it three times a day. A crisis is no time to design a new system." Says Marlin Fitzwater, former White House press secretary.

» "In a crisis, bring all the key players into a room and get the facts straight. Never tell more than you know, don't freelance what you think, and constantly update reporters. Reporters have to get information, and if you don't give them anything, they will report rumors," says Susan King, spokesperson at two federal departments during the Clinton administration.

» "The omnipresent technology means that the chance of a crisis situation arising is greater than it has ever been," Peter Frans Anthonissen,the editors of Crisis Communications.

» “One rule in crisis public relations is to announce the bad news yourself as quickly as possible. If you don’t announce bad news yourself, the media will find someone who will say something, and that source will not likely know all the facts or properly communicate your point of view”, Jeffrey A. Davis, Sawmill Marketing Public Relations partner.

Selasa, 04 Agustus 2009

RAPBN 2010, Media Headline 040809

Pidato Presiden SBY mengenai RAPBN 2010 menyita perhatian terbesar media. Komentar umum yang disampaikan opinion leaders (OL) adalah kurang ekspansif dan terlalu konservatif. Sorotan diarahkan pada peningkatan dari anggaran tahun berjalan (2009) yang cuma Rp 3,8 triliun dan merupakan terendah dalam lima tahun terakhir; pertumbuhan ekonomi 5 persen yang dianggap kurang agresif; alokasi biaya pada belanja rutin pemerintah yang dipandang kurang mendukung pendapatan ekonomi rakyat serta kurangnya alokasi anggaran pada jaminan sosial. Pemerintah memang bisa dipandang terlalu takut melakukan terobosan dan bergerak pada level aman dalam penetapan standar ekonomi makro, meskipun tanda-tanda pemulihan ekonomi mulai tampak. Namun bisa jadi, ini merupakan strategi efisiensi anggaran di saat krisis, sambil memperhitungkan penyesuaian sesuai perkembangan ekonomi nasional dan global melalui RAPBN-P.

Angle politik dari Pidato SBY tersebut adalah penilaian positif Ketua Deperpu PDIP Taufik Kiemas terhadap RAPBN 2010 yang dianggap prorakyat. Statement yang jarang muncul dari petinggi PDIP ini jelas memancing berbagai spekulasi. Adakah ini merupakan indikasi adanya pendekatan PDIP menjadi mitra koalisi Demokrat dan mendapat jatah kursi kabinet? Yang jelas hal ini mengindikasikan adanya friksi antara berbagai kepentingan dan faksi di tubuh ‘moncong putih’.

Jumat, 31 Juli 2009

Polemik Putusan MK dan Teror Bom

Polemik terkait putusan MA yang menjadi sorotan utama media pekan ini bisa saja tidak sebesar yang digembar-gemborkan sebelumnya. Dari sisi politik, dampaknya terhadap perubahan perolehan kursi DPR tidak sebesar yang dinyatakan Cetro (60 kursi), dan tidak ada pengaruh terhadap proses dan hasil pilpres. Dari sisi hukum, putusan MA sendiri tidak mewajibkan KPU untuk mengeluarkan keputusan baru. Yang terakhir, jika gugatan atas Pasal 205 ayat 4 UU No 10/2008 dikabulkan MK, maka putusan MA tidak berlaku lagi. Potensi kelangsungan polemik ini lebih disebabkan kepentingan politik pihak-pihak tertentu. Atau, bisa juga potensi gejolak politik tersebut hanya untuk mengalihkan perhatian publik (pengalihan isu) dari isu lain yang lebih besar.

Pengusutan kasus teror bom mulai menunjukkan titik terang. Jejak Ibrohim, orang yang diduga terlibat pengeboman di Hotel Ritz-Carlton sudah bisa dilacak pihak kepolisian. Selain itu, Presiden SBY telah menginstruksikan semua jajaran pemerintahan dan aparat terkait untuk terlibat dalam upaya pemberantasan terorisme.

Yang justru lebih menakutkan saat ini adalah teror virus A-H1N1 (Flu Babi). Rilis Depkes kemarin menyatakan sudah 479 orang positif flu babi. Kecepatan penyebarannya jelas menakutkan. Menurut Depkes, rata-rata per virus ini menjangkiti 34 orang di Indonesia. Yang lebih menakutkan adalah belum adanya cara penangkalan/pencegahan baik berupa obat maupun instrumen medis khusus. Yang bisa dilakukan masyarakat hanyalah mengatur pola hidup dan lingkungan yang bersih dan sehat.

Selasa, 28 Juli 2009

Dua Masalah Pemilu, Media Headline 28/7/09

Dua isu terkait pemilu menguat dan mendominasi headline media cetak hari ini (28/7). Keduanya pun melibatkan tiga lembaga tinggi negara di bidang hukum. Isu pertama terkait pemilu legislatif melibatkan MA dan Komisi Yudisial (KY). Sementara itu, isu kedua terkait pemilu presiden melibatkan MK.

Putusan MA Nomor 15P/HUM/2009 tanggal 18 Juni 2009 yang membatalkan Peraturan KPU No. 15/2009, khususnya tentang cara penghitungan suara tahap kedua, mendatangkan reaksi keras. Tiga partai politik – PPP, PKS, dan PAN – bahkan telah berkoalisi untuk mengajukan perlawanan balik.

Sebenarnya, keruwetan putusan ini bukan hanya pada debat mengenai kewenangan MA dan potensi gejolak politik besar akibat perlawanan partai-partai yang dirugikan. Bila keputusan tersebut berlaku surut dan mengharuskan KPU mengubah perolehan kursi caleg/partai imbasnya juga akan berpengaruh pada keabsahan pelaksanaan pilpres. Seperti diketahui, yang memenuhi syarat untuk mengajukan capres-cawapres hanya Partai Demokrat. Dengan berlaku surutnya putusan MA tersebut, keabsahan pencalonan dua pasangan capres lainnya bisa dipertanyakan lagi, demikian pula seluruh tahapan lanjutannya.

MA sendiri telah menyatakan putusannya tidak mencampuri masalah perolehan kursi. MA hanya sebatas membatalkan peraturan KPU No15/2009. Namun, implikasi hukum tetap ada bila KPU melaksanakan putusan tersebut. Sedangkan KY yang diharapkan pihak parpol untuk menyelesaikan masalah ini sudah menegaskan kewenangannya. KY hanya berwenang menilai dan menindak hakim dari sisi kode etik. Artinya, KY tidak punya kuasa untuk membatalkan putusan MA tersebut. Satu-satunya jalan adalah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) sambil mengharapkan MA mempertimbangkan ekses politik yang ditimbulkan serta azas utilitas dari putusannya.

Isu pemilu utama lainnya adalah sengketa pilpres. Dua pasangan yang kalah pada Pilpres 2009, Mega-Prabowo dan JK-Wiranto, sudah memastikan akan mengajukan gugatan. MK sendiri sudah membuka pendaftaran gugatan hingga hari ini, 28 Juli 2009. Pokok masalahnya adalah mengenai DPT. Di satu sisi, pihak penggugat beranggapan proses pilpres sebenarnya tidak perlu dilanjutkan jika DPT belum jelas. Banyaknya pemilih tak terdaftar dan pemilih ganda menjadi alasannya. Di sisi lainnya, pihak pemenang menuding pihak-pihak yang kalah tidak ikhlas menerima kekalahan. Pasalnya, dorongan untuk menunda pemilu hingga problem DPT diselesaikan, yang sempat muncul menjelang pelaksanaan pilpres, tidak direalisasikan. Setelah hasil pemilu diumumkan, berulah muncul reaksi keras penolakan DPT.

Kinerja KPU memang terus mendapat sorotan sejak sebelum pilpres hingga sesudahnya. Berbagai gelombang ketidakpuasan tersebut sekarang berharap keadilan putusan MK. Putusan tersebut tentu akan menjadi headline media.

Jumat, 24 Juli 2009

Polemik Rekapitulasi Suara KPU, DPT Bermasalah, Media Headline 24/7

Isu pilpres akhirnya mencuat sebagai isu utama media, melampaui isu teror bom, sejalan dengan selesainya rekapitulasi penghitungan suara KPU. Sebagaimana ulasan sebelumnya (23/7) masalah utama yang diangkat dua pihak yang kalah adalah masalah DPT resmi KPU. KPU beranggapan sudah memenuhi UU (penetapan DPT minimal 30 hari sebelum pilpres) karena DPT resmi telah dikeluarkan pada 31 Mei 2009. Dua rilis DPT KPU lainnya (8 Juni & 6 Juli) hanya merupakan versi revisi. Sayangnya, versi revisi terakhir baru sampai ke tangan pihak terkait dua hari lalu (22/7) dan ketika dilakukan penyisiran DPT oleh pihak Mega-Pro menjelang hari Pilpres, DPT yang diserahkan KPU pun bukan data resmi terakhir. Penyelesaian di tingkat MK yang akan diajukan pasangan JK-Wiranto dan Mega-Prabowo akan menjadi pusat berita berita.

Masih dari ranah politik, putusan MA yang menganulir cara penghitungan suara tahap kedua (suara sisa) berpotensi pula menjadi masalah besar. Selain karena waktunya sudah terhitung telat, kegaduhan politik sangat potensial muncul karena komposisi kursi DPR akan berubah cukup besar. Pihak Demokrat, Golkar, dan PDIP lebih diuntungkan oleh putusan tersebut. Sementara, pihak yang dirugikan, seperti Hanura, Gerindra, & PKB pasti akan bereaksi keras.

Dari perkembangan pengusutan kasus teror bom, prediksi bahwa aparat keamanan akan fokus pada pencarian Noordin M Top menjadi kenyataan. Fokus penyisiran yang dilakukan ke wilayah Jawa Tengah membuahkan hasil. Seorang anggota jaringan Noordin menyerahkan diri karena ketakutan mendengar adanya operasi besar tersebut. Sementara itu, pihak Densus 88 berhasil pula menangkap seorang buronan anggota JI, Hendrawan. Upaya dan keberhasilan operasi ini patut diapresiasi. Namun, banyaknya detil operasi yang dibuka kepada pihak media bisa berimbas negatif bagi operasi pengejaran.

Rabu, 22 Juli 2009

Perkembangan Pengungkapan Kasus Bom Mega Kuningan, Media Headline July 22,09



Perkembangan investigasi media atas kasus bom di Hotel JW Marriott dan Ritz Carlton mulai mengarah pada keterlibatan orang dalam. Hal ini diperkuat pernyataan mantan Komandan Densus 88 Suryadarma Salim dan hilangnya Ibrahim, petugas florist Hotel Ritz-Carlton. Informasi petugas cleaning service Marriott yang menyatakan terdapat bunga dalam tumpukan sampah tamu kamar 1808 semakin menguatkan dugaan ini. Keberadaan Ibrahim, Siapa Mr Y yang menjadi salah satu dari dua korban tewas yang belum teridentifikasi, hasil tes DNA terhadap anggota keluarga, akan mengungkap lebih jelas skenario dan eksekusi pemboman yang terjadi. Selain itu, berapa jumlah orang yang terlibat dalam aksi tersebut dan bagaimana mereka bisa lolos dari pemeriksaan ketat petugas hotel akan ikut terjawab.

Di antara kisah teror bom dan efek ekonominya, spekulasi seputar isi gerbong kabinet mendatang kembali mencuat. Bukan terbatas pada nama dan standar kualitas, isu perlunya perampingan kabinet ikut berkembang. Berdasarkan argumen tumpang tindihnya kewenangan dan berbelitnya birokrasi, sejumlah pengamat menyarankan beberapa kementerian/departemen terkait dimerger menjadi satu wadah di bawah satu menteri.

Selasa, 21 Juli 2009

Headline Media 21 Juli 09: Teror Bom Mega Kuningan dan Dampak Ekonominya

Teror bom Mega Kuningan masih menjadi bahasan utama Media. Setelah sehari pasca pemboman spekulasi lebih terarah pada pernyataan Presiden SBY, media hari ini sudah lebih fokus pada ulasan kasus dan perkembangan penyidikan pihak kepolisian. Meski Humas Polri sudah mewanti-wanti pihak media untuk tidak mendahului hasil penyidikan dan membiaskan isu, kebanyakan media sudah secara gamblang melansir pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriot adalah Nur Hasbi alias Nur Sahid, yang merupakan anggota kelompok Noordin M Top. Hasil tes DNA yang dilakukan atas orang tua Nur Sahid patut ditunggu untuk membuktikan kebenaran spekulasi media. Beberapa isu lain yang masih mungkin berkembang adalah keterkaitan jaringan Jamaah Islamiyah (JI), Ponpes Al-Mukmin Ngruki, dan konspirasi Malaysia.

Indonesia telah cukup sukses menunjukkan kestabilan politik setelah melewati tahapan pemilu dengan relatif aman. Kekhawatiran sektor makro ekonomi pasca peristiwa politik tersebut sekarang justru terarah ke kestabilan keamanan. Setelah kasus penembakan di Freeport, Papua, masalah lebih besar muncul dengan kembali hadirnya teror bom di ibukota. Para investor dan pelaku pasar modal, dan sejumlah sektor lain yang berkaitan dengan pihak luar negeri tentu berharap masalah keamanan ini tidak berdampak besar. Namun, yang lebih penting adalah ketegasan dan gerak cepat aparat hukum untuk menangkap pelaku dan memberangus jaringan terorisme di negara ini.

Jumat, 17 Juli 2009

Isu KPK & APBN

KPK kembali mendapat sorotan terbesar headline media hari ini (17/7). Pertemuan antara petinggi Kejaksaan Agung dan Polri yang membahas dugaan kasus suap yang melibatkan petinggi KPK dianggap mempertajam gesekan antarlembaga. Sebagian besar media menunjukkan keberpihakan terhadap KPK. Demikian pula dengan mayoritas opinion leader yang dihadirkan. Dengan demikian, persepsi bahwa terjadi upaya pengembosan terhadap langkah pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK dalam posisi lebih kuat dibandingkan persepsi bahwa telah terjadi korupsi di kalangan petinggi KPK.

Rencana pemerintah melakukan revisi RAPBN 2010 dan defisit anggaran juga menjadi isu dominan. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengerem laju pengeluaran dana di saat krisis, sementara penerimaan negara justru mengalami penurunan, dipandang sebagai penyebab terciptanya neraca negatif/defisit. Sementara itu, keinginan pemerintah untuk memasukkan sejumlah program prioritas dalam kampanye pilpres SBY menyebabkan RAPBN 2010 perlu mengalami penyesuaian.