Pemberitaan seputar Gempa Sumatera Barat masih menjadi pilihan sebagian besar media cetak. Proses tanggap darurat, kendala, beserta bantuan dan insentif mengisi sisi liputan. Bantuan yang mengalir cepat dari berbagai pihak belum diimbangi kemampuan distribusi yang efektif dan efisien. Penyaluran bantuan juga belum mempertimbangkan secara bijak skala prioritas kebutuhan korban bencana.
Di sisi lain, menumpuknya tenaga ahli dan sukarelawan dari dalam dan luar negeri belum juga mampu meningkatkan akselerasi proses evakuasi. Kendala beratnya medan dan kerusakan bangunan menjadi handicap yang tak mudah untuk diatasi. Alhasil, penguburan massal menjadi salah satu opsi demi mencegah kemungkinan merebaknya penyakit akibat jenazah yang membusuk.
Sorotan juga masih diarahkan pada dua berita yang sudah diulas pada hari-hari sebelumnya, yakni kesiapsiagaan menghadapi potensi gempa berikutnya, yang diprediksikan berskala lebih besar, serta penanganan terpadu program restrukturisasi yang dirancang pemerintah.
Tekanan akibat rangkaian gempa yang telah terjadi di wilayah itu dikhawatirkan akan memicu lepasnya energi yang lebih besar yang selama ini terkunci di segmen itu (Koran Tempo). Penelitian lebih detil dan koordinasi dengan pemerintah diperlukan demi memastikan keselamatan masyarakat di kawasan tersebut. Sementara itu, dampak gempa terhadap perekonomian nasional menjadi perhatian utama kementerian perekonomian. Lokasi gempa merupakan sentra produksi minyak sawit mentah dan tempat pusat industri batubara, semen, dll. Gangguan terhadap proses produksi di wilayah tersebut dikhawatirkan akan berimbas secara nasional. Pemerintah juga memberikan insentif pajak bagi perusahaan dan perseorangan yang memberikan bantuan gempa Sumbar. Insentif itu berupa pengurangan nilai pendapatan bruto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar