Jumat, 29 Januari 2010

From Pilpres to FTA, , Kalkulasi sementara setelah 7 Ronde: Benar-Benar Bonyok

"Always in trouble!" Mungkin itu kondisi yang sedang dan akan terus dialami SBY sejak memenangkan Pilpres 2009 lalu. Kasus demi kasus terus menggerogoti periode ke-2 kepemimpinannya ini. Apakah gak ada yg benar dg si presiden, yang sering disebut Ruhut Sitompul Presiden Paling Santun...hmm. Dengan gejolak yg terus merecoki pemerintahannya, mungkin oleh pihak seberang SBY akan disebut The Troublemaker.

Sejak pilpres, para lawan politiknya telah melontarkan berbagai serangan awal. SBY n Demokrat dianggap melakukan sejumlah kecurangan, seperti masalah DPT, termasuk dengan adanya indikasi pendekatan khusus terhadap KPU. Itu baru serangan awal. Kasus Century mulai menyeruak kepermukaan pada awal agustus 2009. Daya rusak yang dimiliki isu tersebut sangat potensial untuk menjatuhkan pemerintahan. "Untunglah" saat itu liputan Lebaran, pemberantasan teroris, dan bencana gempa mampu meredupkan potensi awal kasus Century.

Serangan berikut yang menjadi target sebenarnya adalah kabinet baru. Apa dinyana, muncul sejumlah simptom n fakta adanya upaya sistematis penggerogotan institusi KPK. Ujungnya adalah kasus KPK v Polri yang lebih dikenal dengan istilah Cicak v Buaya. Penahanan dua petinggi KPK, Bibit n Chandra memantik reaksi besar-besaran di kalangan kelas menengah, yang berujung pada simpati publik umum lainnya. Cidera pemerintahan SBY semakin besar dengan propaganda terkait lamban dan ketidaktegasan si presiden menyelesaikan kasus ini. Bahkan, isu yang berhembus kemudian adalah apa yang dilakukan Polri sebenarnya mewakili kepentingan rezim pemerintahan dan lembaga tinggi negara yang sudah lama merasa terganggu dengan sepak terjang lembaga pembasmi koruptor ini. Kasus cicak v buaya bahkan menenggalamkan gaung pencitraan yang ingin diangkat SBY melalui Rembug Nasional akhir Oktober 2009 lalu. National Summit, yang digadang-gadangkan sebagai roadmap program pembangunan nasional yang terintegrasi dan melibatkan seluruh stakeholders, ternyata hanya mendapatkan liputan sederhana. Indera jutaan publik lebih lekat pada isu pengeroposan tulang punggung pemberantasan korupsi (KPK).

Di sela-sela kasus ini, kembali mencuat isu kabinet baru bentukan SBY, KIB Jilid II. Kabinet ini dinilai sarat bargain politik, kurang mengakomodasi kriteria keahlian, kompetensi, dan kapabilitas. Tak lupa diselipkan pula serangan yg telah dibangun sejak masa kampanye pilpres lalu. Sejumlah figur menteri disebut sebagai agen neolib, semakin menguatkan kampanye citra SBY sebagai pendukung neoliberalisme (entah yg berteriak ngerti artinya neolib atau gk. Yg sering disuarakan mahasiswa lebih sebagai konsep Liberalisme hehehe). Serangan baru sudah disiapkan. Sejumlah elemen sipil menyatakan siap mengawal program 100 hari SBY=Boed. Sudah pasti ada celah yg bisa menjadi jalur bogem perusak citra SBY.

Kasus Cicak v Buaya usai, kasus Century siap menggeliat. Kali ini serangan benar-benar mengarah ke urat saraf pemerintah. Goncangan yang dihasilkan luar biasa dasyat dalam pengamatan seorang pemilik warteg di sebelah gedung Krama Yudha, Warung Buncit. Gk usah terlalu banyak menganalisa. menurut si bapak, wajah, penampilan, dan gaya bicara Pak Beye, Pak Boed, n Mbak Ani sudah beda banget. Simpel tapi akurat. Itu artinya ketegaran mereka benar-benar mengalami goncangan. Jangan lagi terlalu berharap mereka bisa konsen dengan berbagai agenda pemerintahan yg lain.

Dua arena sedang dipakai untuk menggebuk. DPR terus berakrobat mengimplementasikan Game Theory di arena riil. Adegan postitioning dan situational bargaining terajut bersama ketidakjelasan arah. Tak lupa pula aksi hiburan spontan ditampilkan. Sementara itu, KPK terkesan lebih serius, tertutup, tanpa banyak sensasi mencoba terus menguliti kasus Century. Temuan-temuan yang ditampilkan media semakin menempatkan pemerintah dalam posisi tersudut.

Penyelidikan kasus Century masih menggelinding, 100 hari pertama pemerintahan telah usai. Demo besar pun dilakukan 28 Januari kemarin. Sejumlah ormas dan NGO menyoroti kinerja rezim SBY-Boed dg sejumlah catatan negatif, sesuai dg bidang masing-masing. Alhasil rapor umum yg diperoleh SBY-Boed dalam program yg mengadopsi cara FD Roosevelt ini adalah merah or negatif.

Guys, kinerja 100 hari bukan isu terakhir. Amunisi serangan baru telah diisi dan mulai dilontarkan perlahan-lahan. Free Trade Area (FTA) ASEAN-China adalah isu terbaru. Reaksi negatif dari kalompok usaha/industri kecil & menengah yang terancam gulung tikar dan dari kelompok buruh yang berpotensi kehilangan pekerjaan menjadikan isu ini lebih riil dan menyentuh kepentingan rakyat jelata. Titik impas serangan terhadap program 100 hari pemerintah akan segera berakhir. Namun FTA akan menjadi agenda baru untuk menggerogoti kekuasaan BY.

Fren, FTA bukanlah senjata pamungkas. Kasus DPT/KPU/Pilpres, KPK-Polri/Cicak v Buaya, Kabinet Neolib, Century, Program 100 Hari, hingga FTA adalah a series of issues yang merupakan serangan bergelombang kepada SBY dan jajarannya.
Masih akan ada isu-isu baru yang relevan yang akan dipakai untuk menciderai citra SBY. Jika tiap isu dihitung sebagai satu ronde, maka hingga kini pertandingan ini telah berlangsung tujuh ronde (tambahan perburuan teroris - ronde dua). Cuma ronde kedua yang dimenangkan SBY. Ronde pertama (kasus Pilpres)praktis bisa dikatakan berakhir seri karena berbuah cidera awal. Ronde lainnya dimenangkan kelompok lawan. Maka, jika ini adalah pertandingan tinju...hehehe...SBY dkk so pasti sudah benar-benar bonyok. Dua-tiga ronde dengan berondongan serangan serupa sudah bisa dipastikan SBY bisa di-KO.Bisa juga kalah TKO jika dia berinisiatif mundur. Kalau ini pertandingan tinju, pemerintahan SBY bisa dipastikan sudah akan rontok sebelum 2010 berakhir. Hahaha...tapi ini bukan pertandingan tinju. Analogi itu mungkin kurang sepadan untuk ditempatkan dalam konteks politik. Dia adalah pemimpin pemerintahan, presiden yang dipilih oleh puluhan juta rakyat, jauh lebih besar dari pasangan capres lainnya.

Di sinilah smart-nya kalangan lawan.Ladang pembantaian itu tidak perlu melibatkan rakyat. Serial isu yang diangkat semakin lama semakin meredupkan pamor SBY. Citra positifnya perlahan-lahan terkikis oleh keraguan, bahkan ketidakpercayaan dari kalangan pemilihnya sendiri. Akhirnya, yang terjadi adalah rakyat melegitimasi gerakan politik-legal yang sedang terjadi. Dan itu artinya, yaaaaaa, kekuasaan SBY memang bisa benar-benar jatuh pada tahun ini.


***************************************



Tambahan ASAA...L

Melihat sikon saat ini, fren, menurutku, revolt is not a wise option. Cara ini makan ongkos politik n ekonomi, dan berisiko tidak terprediksikannya akhir dari situasi chaos. Saat ini semua pihak bisa menjadi satu karena disatukan agenda politik yg sama. Bahkan AS dan Uni SOviet pun bisa bersatu menggempur Jerman/Hitler pada PD II meski dengan kepentingan politik berbeda. Namun, saat tujuan awal telah selesai,jika itu bisa tercapai, akankan terjadi "pembagian jatah yang memuaskan?" Hahaha,,, saya ragu. Ambisi masing-masing pihak masih sangat laten. Apalagi, dari sisi karakter dan integritas personal, sisi positif yang dimiliki SBY, Boediono, dan Sri Mulyani masih di atas rata-rata aktivis dan sejumlah penggiat politik. Saya salut pada perjuangan, tekad, dan keberanian mereka. Btw, saya bukanlah orang yang menghargai karakter dan integritas personal mereka. Maafffff, menurutku skala kesempurnaan orang-orang itu justru minus. Kecuali kalo Pak Bibit Samad Rianto yang diangkat jadi Presiden....hahaha... SETOEJOE NGGAK FREN