Jumat, 28 Agustus 2009

Ada Pemerintah di Bank Century? Pisau Bermata Dua di Lidah Ahmad Mubarok

Kasus Bank Century kembali mengemuka dan mengisi headline sebagian besar media. Kali ini, bukan terkait Robert Tantular, bos Bank Century sekaligus bos Antaboga, melainkan terkait suntikan dana pemerintah (dana talangan) yang mencapai Rp 6,7 triliun.

Dalam raker Menkeu dengan DPR kemarin, kalangan parlemen mempertanyakan tiga masalah mendasar: yang pertama, payung hukum yang digunakan untuk menggelontarkan dana sebesar itu; kedua, Pembengkakaan dana talangan yang pada November 2008 disetujui sebesar Rp 1,3 triliun; ketiga, potensi kerugian yang diperkirakan mencapai Rp 5 triliun. Audit investigasi BPK merupakan kata akhir DPR untuk mengusut masalah ini, walaupun Menkeu mengatakan tidak ada dana APBN dan Fasilitas Pendanaan Darurat (FPD) BI yang digunakan.

Yang menjadi pertanyaan sebenarnya adalah apa alasan dan ada apa dibalik keberanian pemerintah dan LPS menjaminkan dana sebesar itu untuk membantu Bank Century? Dan, seperti biasa, adakah kepentingan tertentu yang ingin diselamatkan dari penyaluran fasilitas yang luar biasa tersebut di saat kondisi perekonomian Tanah Air sedang terancam pula?

Dari isu kabinet, wacana yang sudah diprediksikan sebelumnya terkait pernyataan Wakil Ketua Partai Demokrat Ahmad Mubarok, memang mengundang reaksi negatif dari para petinggi mitra koalisi PD. Pernyataan yang pada awalnya dimaksudkan untuk meluruskan rumor seputar kedekatan PD-PDIP tersebut, justru memicu keretakan antara PD dan partai-partai pendukung koalisinya.

Klarifikasi PD atas pernyataan Mubarok tentu akan sia-sia tanpa adanya sanksi atas petingginya yang telah dua kali menyebabkan keretakan hubungan Demokrat dengan mitranya. Lebih jauh, imbasnya akan mempengaruhi penentuan komposisi kabinet mendatang. Jika SBY tidak mengakomodasi kepentingan partai-partai pendukungnya, bisa dipastikan kondisi di parlemen mendatang akan sama seperti yang terjadi pada periode 2004-2009: mitra koalisi di pemerintahan juga menjadi oposan di parlemen.

Selain itu, pernyataan Ahmad Mubarok bahwa pendekatan PDIP-PD tak lebih dari sekadar permainan politik untuk menekan para mitra koalisi jelas menjadi pisau bermata dua. Tidak hanya keharmonisan koalisi yang dipertaruhkan. Jika benar ada rencana jangka panjang antara PD-PDIP, bisa dipastikan pihak 'Moncong Putih' akan kebakaran jenggot dan merasa dipermainkan karena pembicaraan yang telah berlangsung cukup lama itu ternyata hanya 'permainan' belaka.

Rabu, 26 Agustus 2009

Antasari Terdakwa, Perlukah Ketua KPK Baru

Status baru Antasari sebagai terdakwa – dari sebelumnya tersangka – otak pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, bos PT Putra Rajawali Banjaran, mendapat sorotan terbesar headline media hari ini (26/8). Ketua KPK nonaktif itu akhirnya kembali ke kantor yang pernah dipimpinnya, Kejari Jakarta Selatan, sebagai seorang pesakitan (terdakwa).

Dengan diterimanya berkas kasusnya beserta tiga tersangka lainnya, Antasari cs resmi menjadi tahanan kejaksaan. Namun, penahanan sementara masih tetap dipercayakan ke pihak kepolisian.

Tema ini bisa merembet ke ranah politik. Kalangan DPR telah menyuarakan agar Presiden SBY segera mengusulkan calon pengganti Antasari sebagai pimpinan KPK sebelum masa jabatan DPR saat ini berakhir. Namun, usulan ini ditentang oleh sejumlah pihak. ICW melihat kinerja keempat pimpinan KPK yang tersisa masih bagus dan belum ada keperluan yang sangat urgen akan ketua baru. Kalangan aktivis LSM juga kelihatannya membaca adanya upaya pihak-pihak tertentu untuk mendudukkan “orang pilihan” sebagai ketua KPK untuk menyelamatkan kepentingan tertentu. Isu ini bersama berita mengenai pemberhentian tetap Antasari dari jabatan ketua KPK akan menyita perhatian publik terkait kasus ini.

Selasa, 25 Agustus 2009

Ali Kurir Bin Laden? & "Para Penguasa Gula"

Media hari ini (25/8) pada umumnya masih konsisten mengusung isu sehari sebelumnya karena belum adanya isu dominan baru yang mencuat. Masalah terorisme dan polemik RI-Malaysia seputar Tari Pendet masih menyita porsi terbesar halaman depan media.

Wacana seputar pengawasan kepolisian terhadap ceramah dan dakwah akhirnya diredakan setelah adanya konferensi pers bersama antara Kapolri, Menteri Agama, dan Menkominfo. Pengawasan terhadap dakwah tetap menjadi domain Kementerian Agama, sedangkan polisi akan dilibatkan jika ada hal-hal yang memang mengancam keamanan nasional.

Isu lain seputar terorisme adalah mengenai reminya penahanan atas Al-Khalil Ali, warga Saudi Arabia yang menetap di Kuningan. Bocoran yang diperoleh sebuah media menyebutkan bahwa Ali adalah kurir sebuah jaringan teroris internasional yang berbasis di Timur Tengah. Indikasinya mengarah ke Al-Qaidah, organisasi pimpinan Osama bin Laden.

Dari masalah impor gula dan kenaikan harga gula di pasaran, KPPU akan turun tangan terkait adanya tanda-tanda penguasaan pasaran produk ini oleh sebuah konsorsium yang berisikan tujuh perusahaan. Di tengah rentannya kenaikan harga, konsorsium yang menguasai 90% pasar gula ini malah membatasi pemasaran produk. Akibatnya, gejolak harga gula pun bisa saja tidak mampu dikendalikan pemerintah. Ikhtiar Bulog untuk menjadi satu-satunya pengimpor gula bisa dipertimbangkan pemerintah demi memudahkan mekanisme kontrol harga.

Sementara itu masalah impor produk, kebijakan pemerintah yang memudahkan proses impor bisa berakibat hancurnya iklim usaha nasional dan produksi dalam negeri. Keleluasan membuka kran impor tanpa adanya kebijakan disinsentif memudahkan produk-produk luar negeri membanjiri pasar Tanah Air. Tak heran bila negara maritim terbesar di dunia ini justru menjadi pengimpor garam dan ikan.