Kamis, 17 September 2009

Petinggi KPK Jadi Tersangka, Perlukah Presiden Turun Tangan?

Penetapan dua pimpinan KPK, Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, sebagai tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang, tak pelak mendapatkan sorotan utama media. Setelah selama tiga hari polemik antara KPK v Polri (ditambah Kejagung) menyita perhatian, hasil pemeriksaan tengah malam kemarin akhirnya menetapkan kedua wakil ketua tersebut sebagai tersangka. Merasa mendapat dukungan publik, para pimpinan KPK sempat diisukan akan mengundurkan diri bila status tersebut tetap dikenakan pada mereka.

Sudah saatnya Presiden sebagai kepala negara turun tangan untuk membicarakan kisruh antarlembaga ini. Sikapnya akan membuktikan komitmennya akan pemberantasan korupsi dan penegakan hukum. Jika tidak, wacana bahwa KPK diserang dari berbagai arah, sebagai bagian dari upaya pengerdilan kewenangan komisi tersebut, akan semakin menguat.

Lembaga penegak hukum lain sudah menunjukkan sikap berlawanan. DPR juga sudah siap memangkas kewenangan KPK (hanya tiga fraksi yang menolak penghapusan wewenang penuntutan dari tangan KPK). Sikap diam presiden dapat ditafsirkan sebagai persetujuan atau pembiaran atas konflik antarlembaga tersebut.

Audit investigasi BPK terkait kasus Bank Century telah selesai. Namun, pihak BPK tidak menemukan alasan perlunya pencairan dana talangan oleh pemerintah. Dampak sistemik yang dikemukakan sebagai argumentasi atas proses bailout itu pun tidak ditemukan oleh BPK. Maka pemanggilan atas Boediono dan Sri Mulyani pun akan menjadi hal yang ditunggu-tunggu publik. Berita tersebut, bersama perkembangan kasus KPK v Polri dan liputan mudik-Lebaran akan mendapat sorotan terbesar media nasional.

Selasa, 15 September 2009

Anggota DPR? Pembuat UU??? Wakil Rakyat ?????

Pembahasan sejumlah RUU dan Perppu di DPR kembali menuai kritik. Setelah proses pembahasan RUU Pengadilan Tipikor yang berjalan tersendat-sendat, pengesahan RUU Rahasia Negara, dan persetujuan atas RUU Ketenagalistrikan, kali ini pengesahan atas RUU Kesehatan dan RUU Narkotika serta sejumlah Perppu yang kembali menemui kritik. Kinerja DPR lebih dipandang sebagai proyek kejar target. Keseriusan para wakil rakyat dalam membuat undang-undang yang sifatnya vital dan urgen bagi kehidupan berbangsa dan bernegara ini dipertanyakan publik. Berbagai fenomena muncul sebagai indikatornya, mulai dari persentase kehadiran para legislator, tertundanya pembahasan hingga pekan-pekan terakhir masa jabatan, dugaan pengakomodasian kepentingan tertentu, hingga kedalaman pemahaman dan pembahasan dalam waktu relatif terbatas.

Kecaman terhadap DPR tidak berakhir di situ. Sejumlah media mengaitkan isu pemberangusan power KPK dengan upaya komisi tertentu di Senayan yang bekerja sama dengan badan-badan penegak hukum yang merasa tersaingi. Selain itu, pemilihan anggota BPK pun turut menyisakan sorotan terhadap DPR. Bersama liputan mudik dan perkembangan polemik KPK v Polri/Kejaksaan yang saat ini terpusat pada pencabutan hak penuntutan yang dimiliki KPK, isu terkait DPR masih akan menjadi berita sentral. Apalagi, masih belasan RUU yang menjadi PR bagi para legislator sebelum purnatugas dan arah persaingan isu KPK v Polri/Kejaksaan pun mengarah ke Senayan.