Jumat, 31 Juli 2009

Polemik Putusan MK dan Teror Bom

Polemik terkait putusan MA yang menjadi sorotan utama media pekan ini bisa saja tidak sebesar yang digembar-gemborkan sebelumnya. Dari sisi politik, dampaknya terhadap perubahan perolehan kursi DPR tidak sebesar yang dinyatakan Cetro (60 kursi), dan tidak ada pengaruh terhadap proses dan hasil pilpres. Dari sisi hukum, putusan MA sendiri tidak mewajibkan KPU untuk mengeluarkan keputusan baru. Yang terakhir, jika gugatan atas Pasal 205 ayat 4 UU No 10/2008 dikabulkan MK, maka putusan MA tidak berlaku lagi. Potensi kelangsungan polemik ini lebih disebabkan kepentingan politik pihak-pihak tertentu. Atau, bisa juga potensi gejolak politik tersebut hanya untuk mengalihkan perhatian publik (pengalihan isu) dari isu lain yang lebih besar.

Pengusutan kasus teror bom mulai menunjukkan titik terang. Jejak Ibrohim, orang yang diduga terlibat pengeboman di Hotel Ritz-Carlton sudah bisa dilacak pihak kepolisian. Selain itu, Presiden SBY telah menginstruksikan semua jajaran pemerintahan dan aparat terkait untuk terlibat dalam upaya pemberantasan terorisme.

Yang justru lebih menakutkan saat ini adalah teror virus A-H1N1 (Flu Babi). Rilis Depkes kemarin menyatakan sudah 479 orang positif flu babi. Kecepatan penyebarannya jelas menakutkan. Menurut Depkes, rata-rata per virus ini menjangkiti 34 orang di Indonesia. Yang lebih menakutkan adalah belum adanya cara penangkalan/pencegahan baik berupa obat maupun instrumen medis khusus. Yang bisa dilakukan masyarakat hanyalah mengatur pola hidup dan lingkungan yang bersih dan sehat.

Selasa, 28 Juli 2009

Dua Masalah Pemilu, Media Headline 28/7/09

Dua isu terkait pemilu menguat dan mendominasi headline media cetak hari ini (28/7). Keduanya pun melibatkan tiga lembaga tinggi negara di bidang hukum. Isu pertama terkait pemilu legislatif melibatkan MA dan Komisi Yudisial (KY). Sementara itu, isu kedua terkait pemilu presiden melibatkan MK.

Putusan MA Nomor 15P/HUM/2009 tanggal 18 Juni 2009 yang membatalkan Peraturan KPU No. 15/2009, khususnya tentang cara penghitungan suara tahap kedua, mendatangkan reaksi keras. Tiga partai politik – PPP, PKS, dan PAN – bahkan telah berkoalisi untuk mengajukan perlawanan balik.

Sebenarnya, keruwetan putusan ini bukan hanya pada debat mengenai kewenangan MA dan potensi gejolak politik besar akibat perlawanan partai-partai yang dirugikan. Bila keputusan tersebut berlaku surut dan mengharuskan KPU mengubah perolehan kursi caleg/partai imbasnya juga akan berpengaruh pada keabsahan pelaksanaan pilpres. Seperti diketahui, yang memenuhi syarat untuk mengajukan capres-cawapres hanya Partai Demokrat. Dengan berlaku surutnya putusan MA tersebut, keabsahan pencalonan dua pasangan capres lainnya bisa dipertanyakan lagi, demikian pula seluruh tahapan lanjutannya.

MA sendiri telah menyatakan putusannya tidak mencampuri masalah perolehan kursi. MA hanya sebatas membatalkan peraturan KPU No15/2009. Namun, implikasi hukum tetap ada bila KPU melaksanakan putusan tersebut. Sedangkan KY yang diharapkan pihak parpol untuk menyelesaikan masalah ini sudah menegaskan kewenangannya. KY hanya berwenang menilai dan menindak hakim dari sisi kode etik. Artinya, KY tidak punya kuasa untuk membatalkan putusan MA tersebut. Satu-satunya jalan adalah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) sambil mengharapkan MA mempertimbangkan ekses politik yang ditimbulkan serta azas utilitas dari putusannya.

Isu pemilu utama lainnya adalah sengketa pilpres. Dua pasangan yang kalah pada Pilpres 2009, Mega-Prabowo dan JK-Wiranto, sudah memastikan akan mengajukan gugatan. MK sendiri sudah membuka pendaftaran gugatan hingga hari ini, 28 Juli 2009. Pokok masalahnya adalah mengenai DPT. Di satu sisi, pihak penggugat beranggapan proses pilpres sebenarnya tidak perlu dilanjutkan jika DPT belum jelas. Banyaknya pemilih tak terdaftar dan pemilih ganda menjadi alasannya. Di sisi lainnya, pihak pemenang menuding pihak-pihak yang kalah tidak ikhlas menerima kekalahan. Pasalnya, dorongan untuk menunda pemilu hingga problem DPT diselesaikan, yang sempat muncul menjelang pelaksanaan pilpres, tidak direalisasikan. Setelah hasil pemilu diumumkan, berulah muncul reaksi keras penolakan DPT.

Kinerja KPU memang terus mendapat sorotan sejak sebelum pilpres hingga sesudahnya. Berbagai gelombang ketidakpuasan tersebut sekarang berharap keadilan putusan MK. Putusan tersebut tentu akan menjadi headline media.