Jumat, 16 Oktober 2009

Jebakan Kekuasaan: Siapa yang Rela Menjadi Oposisi

Peningkatan artikel terkait kabinet dan koalisi pemerintahan semakin terlihat pada media cetak nasional. Berbagai tulisan mulai dari tajuk redaksi, opini, reportase, hingga profil tokoh mengarah pada wacana yang satu ini. Jebakan kekuasaan dan parpol yang haus kekuasaan terbaca dari pemberitaan hari ini. Ketegasan SBY menyatakan kerja sama dengan PDI-P hanya terbatas di level MPR ternyata langsung memantik reaksi berbagai pihak, terutama PDI-P.

Saat kalangan awam menafsirkan statement itu sebagai sinyal tidak tergabung PDI-P dalam koalisi pemerintah, yang ditandai dengan jatah kursi menteri, beberapa petinggi PDI-P langsung bersuara hari ini di berbagai media. Intinya, kubu banteng ingin tetap terbuka terhadap tawaran kerja sama pada level eksekutif pula.

Sikap pragmatis sejumlah petinggi PDI-P tidak serta merta disambut positif oleh kubu Demokrat. Mereka tetap menginginkan pernyataan terbuka Mega sebagai ketua partai seandainya ingin ikut berpartisipasi menikmati kue pemerintahan. SBY dan PD rupanya belajar dari situasi periode sebelumnya. Untuk memadukan koor pemerintahan itu pula, SBY sejak awal meminta komitmen petinggi parpol pendukungnya dituangkan dalam kontrak yang diteken secara resmi dan diketahui khalayak. Enam petinggi parpol telah resmi menandatanganinya kemarin, Kamis (15/10).

Di sisi lain, Partai Gerindra pun belum berani menegaskan posisi pasti mereka sebagai partai oposisi dan memberi kesan tetap terbuka terhadap tawaran SBY. Alhasil, semua pihak, terutama publik harus tetap menanti hingga hari pengumuman nama para menteri untuk mengetahui parpol mana yang menjadi oposisi pemerintah.

Protagonis (central opinion leader) pada hari ini jelas SBY, sang presiden terpilih. Sedikit sentilan ketegasannya kemarin telah berhasil menguak watak oportunis dan haus kekuasaan yang dimiliki parpol-parpol di Indonesia beserta para petinggi masing-masing. Semuanya menyiratkan masih terbuka dan membuka diri untuk mendapat jatah kekuasaan.

Ternyata oposisi harus dipandang dari perspektif sebagai korban, obyek, bukan subyek, dalam kancah perpolitikan nasional. Itulah sebabnya tak banyak politisi yang hendak menjalani peran itu. Itulah alasannya mengapa dibutuhkan kerelaan yang besar untuk menjadi pelakonnya.

Rabu, 14 Oktober 2009

Menanti Panggilan "Darurat" Cikeas

Dua nomor telepon yang sedang dinantinantikan para petinggi partai politik dan pemerintahan serta tokoh dari kalangan professional dan akademisi adalah nomor telepon dari dua anggota cabinet, yakni Mensesneg Hatta Rajasa dan Menseskab Sudi Silalahi. Kepentingan panggilan telepon itu tidak lepas dari wacana terhangat di Indonesia saat ini, yaktu pemilihan anggota Kabinet SBY dan Boediono. Hatta dan Sudi adalah dua tangan kanan presiden dalam melaksanakan pemerintah. Keduanya pun menjadi orang yang diajak SBY, selain Wapresnya Boediono, untuk menggodok para calon pembantunya. Kedua orang itulah yang akan dimintai sby meghunungi orang-orang yang terpilih.

Nasib baik:
Berbagai ikhtiar mulai dari pendekatan pribadi lobi-lobi dgn berbagai kreasi telah diupayakan oleh orang-orang yang bernafsu merebut posisi tersebut. Yang pasti ada beberapa hal yang bisa dianggap sebagai bekal.

Pertama, tentu saja dari sisi kapabilitas dan kapasitas. Kemampuan dalam bidang keahlian tertentu yang sudah diakui secara nasional menjadi bekal utama. Selain itu, pengalaman kerja, track record dan berbagai bentuk kapasitas pribadi yang mendukung seperti kemampuan manajerial, wawasan yang luas, etc, menjadi dasar pertimbang.

Kedua, jasa khusus. Jasa ini tentu saja pertama-tama bagi SBY. Selain itu, bisa pula itu berupa jasa bagi pihak-pihak yang dapat memberikan rekomendasi khusus kepada SBY, terutama ketiga tokoh di atas atau inner circle SBY. Tidak tertutup kemungkinan, orang akan menggunakan jalur tak resmi, misalnya, pendekatan terhadap Ibu Ani, istri SBY, atau bahkan ibu mertua presiden, sebagaiman diakui SBY telah dilakukan oleh orang tertentu.

Ketiga, afiliasi politik-kepartaian. Orang yang terpilih pastinya orang yang mendukung SBY dan partainya Demokrat, jika bukan orang dalam Demokrat sendiri. Mitra partai Demokrat yang menyokong kesuksesan SBY-Boediono dalam pilpres 2009 telah dijanjikan porsi di pemerintahan melalui konsensus formal maupun informal. Maka sejumlah orang dari kelompok ini dipastikan akan menduduki jabatan menteri. Jika, bukan dari kalangan internal partai maka si peminat mestinya merupakan simpatisan partai, punya kedekatan khusus, afiliasi, atau jaringan untuk menembus internal partai. So, ia dapat direkomendasikan.

Keempat, good fortune alias nasib baik. Jika salah satu dari unsur di atas telah dipenuhi, mereka yang berharap menduduki kursi menteri masih harus berharap pada nasib baik. Sama seperti terpilihnya Boediono sebagai deputinya yang mengejutkan banyak pihak, SBY diharapkan akan menghadirkan kejutaan lagi pada pilihannya kali ini. Mungkin karena kesadaran ini pula sejumlah calon yang oportunis sampai harus melakukan pendekatan supranatural. Minimal untuk membuat CV-nya memiliki daya tarik lebih saat dibaca oleh SBY dan tim penggodok. Dan...simsalabim...namanya terpilih. Birokrat senior di departemen atau lembaga tertentu serta para pakar dan praktisi pada bidang khusus layak mengedepankan nasib baik ini seandainya mereka memiliki nilai minus dari sisi jasa dan afiliasi politik.


Siapa yang akan terpilih? Harapan masyarakat awam tentunya orang-orang yang kapabel dalam bidangnya. Namun, yang namanya politik selalu sarat kepentingan, sarat give n take, intrik dan konspirasi, serta merangkum wilayah abu-abu yang bisa menghadirkan kejutan. So, silakan menanti hari pengumuman anggota kabinet SBY-Boediono pada Sabtu (17/10) nanti.

Komposisi Kabinet SBY Boediono & Pemangkasan Royalti Batu Bara

Akankah Gerindra Menapaki Jejak PDIP & Golkar?
Wacana mengenai komposisi kabinet SBY-Boediono masih tetap dominan. Kalangan petinggi Partai Demokrat menyatakan nama-nama yang telah lulus seleksi awal telah dikantongi SBY. Sekarang adalah saat untuk menghubungi mereka yang telah terpilih untuk kemudian beraudiensi dengan presiden terpilih dan selanjutnya menjalani tes kesehatan.

Sebagian besar media menyajikan list kandidat menteri. Sejumlah nama yang berasal dari kalangan parpol tampaknya akan menjadi kenyataan. Yang lebih ditunggu publik dan media adalah tokoh PDIP & Golkar yang ikut masuk tim pemerintah. Kejutan lebih besar akan terjadi bila Prabowo Subianto atau pun salah seorang tokoh Gerindra ikut mengisi salah satu kursi menteri. Jika itu terjadi, lengkaplah kekuatan politik yang dibangun oleh SBY pada periode kedua pemerintahannya.

Namun, para analis politik menggambarkan hal ini sebagai awal kekisruhan pemerintahan pada dua tahun terakhir rezim SBY-Boediono. Pada periode itu, semua partai besar sudah mulai menampakkan geliat untuk menjadi suksesor SBY pada periode 2014-2019. Tarik-menarik kepentingan partai politik pada internal pemerintahan itulah yang disinyalir membahayakan kesolidan rezim SBY-Boediono. Karena itu, pengumuman susunan kabinet pada hari Sabtu nanti patut dinantikan.


Adakah yang diuntungkan dari pemangkasan royalti batu bara?
Rumor baru dari bidang ekonomi adalah rencana pemangkasan royalti (DHPB) untuk produksi batu bara berkalori rendah. Hal ini akan sangat menguntungkan pihak Adaro yang komisaris utamanya adalah Djoko Suyanto, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono. Ditambah dengan status perusahaan ini sebagai donatur penting kampanye SBY pada pilpres lalu, kalangan pengamat menyitir kebijakan ini sarat akan upaya balas jasa.