Senin, 06 Juli 2009

Kekuatan Media Massa dalam Politik Pencitraan

Siapa yang lebih berkuasa dalam sistem sosial kemasyarakatan kontemporer, pemerintah atau media? Matt Druge, presenter sejumlah program TV AS dan pendiri situs Drudge Report memiliki jawaban tersendiri. Pemerintah dan media memiliki posisi yang sebanding. Namun dari sisi yang lebih alami, media lebih berkuasa dibanding pemerintah. “The media is comparable to government-probably passes government in raw power,” kata Druge.

Ungkapan Matt Drudge di atas bukan tanpa alasan. Media Massa memiliki power luar biasa dalam dunia modern mengingat perannya dalam mempengaruhi opini dan kebijakan publik melalui informasi, reportase, ulasan dan investigasi yang disajikan. Tak heran para pemangku kekuasaan berupaya berinteraksi secara sejajar, kalau tidak dikatakan tergantung, pada pihak media.

Dari Belanja Iklan hingga Media Campaign

Memanasnya suhu perpolitikan tanah air saat ini dapat menjadi referensi asumsi Matt Druge. Dana belanja iklan dan kampanye media (media campaign) yang dikucurkan partai politik merupakan salah satu rujukan besarnya pengaruh (baca: kekuasaan) media dalam kancah perpolitikan. Belanja iklan yang di media massa yang telah dimulai sejak Pemilu 1999 terus mengalami peningkatan dalam pemilu/pilpres berikutnya.

Hasil survei AC Nielsen bisa menjadi acuan. Belanja iklan politik di koran nasional hingga akhir 2008 telah mencapai Rp 1,31 triliun, belum termasuk iklan TV, majalah/tabloid dan media electronik. Jumlah tersebut bisa dipastikan akan melonjak drastis menjelang bulan April, saat dilaksanakan Pileg, dan akan semakin meningkat menjelang pilpres. Bandingkan dengan tahun 1999, misalnya, dana belanja iklan 41 partai politik di koran nasional masih berkisar pada angka Rp 35,6 miliar. Jumlah tersebut meningkat pada Pemilu 2004 dengan total dana Rp 112,2 miliar untuk Pemilu Legislatif dan Rp 180 miliar untuk Pemilu Presiden.

Total dana yang disebutkan di atas diperkirakan masih jauh lebih besar jika ditambah dengan dana yang dialokasikan untuk kampanye media. Jika lembaga periklanan berperan dalam belanja iklan politik, maka dalam media campaign lembaga PR menjadi fasilitator. Dana untuk pendekatan-pendekatan persuasif ke pihak media massa inilah yang sulit diendus jumlah sebenarnya.

Kekuasaan Media dalam Politik Pencitraan
Untuk apa dana sebesar itu dihabiskan? Alasannya tak lain karena media massa merupakan corong utama pencitraan bagi politisi dan partai politik. Media massa juga bisa menjembatani dan menyuarakan kepentingan politik perorangan/kelompok ke hadapan publik.

Melalui iklan, politisi/parpol bisa mempresentasikan slogan dan visi/misi beraroma keberpihakan. Tak hanya itu, melalui media campaign yang terwujud dalam reportase, karya investigatif dan opini, media bisa berfungsi sebagai wahana untuk ’memutihkan’ berbagai isu negatif yang berkembang sekaligus menjadi wadah untuk menyerang pihak lawan. Seluruh upaya tersebut mengarah pada tujuan membangun citra politisi & partai politik yang lebih baik di mata masyarakat, untuk kemudian bermuara pada pemenangan suara pemilih (rakyat).

Kekuatan media massa dalam mengarahkan opini dan pilihan sikap publik dalam era modern diyakini jauh lebih kuat dibandingkan kampanye langsung seorang presiden sekalipun. Meskipun pengaruhnya di Indonesia tidak sebesar di negara-negara maju, media massa masih menjadi ujung tombak pembangunan citra positif. Tak ayal, dana miliaran hingga triliunan rupiah mengalir ke pihak media demi memenangkan opini positif dan simpati publik/rakyat. Dalam konteks ini, media lebih berkuasa dibandingkan pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar